Rabu, 04 Mei 2016

HOW DOES IT FEEL TO BE AN ALIEN ? (Part 3) - BUDAYA SAVING

Saving di sini bisa diartikan menabung, menyimpan... menyimpan makanan, menyimpan uang, menyimpan wanita, menyimpan pria... Hahaha! Kidding! Ya, kali ini saya akan share tentang budaya simpan menyimpan di sini.

Salah satu hal berharga yang saya pelajari sejak saya di sini, salah satunya adalah budaya saving. Saking sukanya sama budaya menyimpan, kadang kesannya mereka pelit. Okay, let me stop you there. Apa yang Anda pikirkan tentang budaya pelit menyimpan ini, perlu diluruskan. Kalopun Anda tetap bersikukuh menganggap seperti itu ya silakan, tapi saya cuma pengen sedikit menambah sudut pandang.

Lagi-lagi saya belajar dan terinspirasi bahas budaya ini juga dari makanan. Saya memang susah move on dari makanan. -_- Anyway!
Awal - awal saya di sini, saya dibuat kagum dengan budaya LEFT OVER. Yang di maksud dengan left over di sini adalah makanan sisa. Jadi seperti yang sudah saya share sebelumnya. Orang di sini suka banget sama makanan. Hampir di tiap acara, bahkan peringatan kerabat yang meninggal pun, biasanya pasti ada makan-makan. Nah, berhubung mereka suka merayakan segala sesuatu dengan makanan, pasti makanan yang disiapin juga banyak dan biasanya nggak habis. Sisa makanan yang disimpan, itulah left over. Satu pencerahan lagi? You are welcome! :)

Dalam kehidupan keluarga atau individu juga sering ada sisa makanan, yang biasanya dimakan keesokan harinya. Biasanya mereka yang sibuk kerja, masak makan malem dan sisanya disimpen buat dibawa makan siang di hari selanjutnya. Nah, awal-awal saya sempet nggak terlalu setuju sama cara ini. Saya sempet bertanya-tanya dalam hati juga (Yaayyy, saya masih punya hati! Salah fokus :')), iya, saya mikir kenapa sih suka masak banyak dan dilebihin? Mereka pasti tau dong porsi yang bisa dihabiskan, tapi kenapa mereka suka banget bikin left over? Awalnya, menurut saya, selain kitanya berpotensi bosen dan akhirnya buang makanan, saya berpikir tubuh juga lebih bagus diisi sama makanan yang bervariasi, kan? Tapi setelah kontemplasi selama beberapa purnama (Lebay!), ternyata kebiasaan ini beralasan dan bisa dibilang briliant! Mereka bikin left over, bisa jadi alternatif ketika besoknya males masak. Malesnya bukan karena males - pemalas. FYI, di sini kebanyakan orang sibuk. Ibu rumah tangga sekalipun biasanya wanita karir. Jadi ketika kebesokannya capek pulang kerja, nggak perlu masak kalo masih punya sisa makanan kemarin. Atau misal lagi buru-buru harus pergi kemana lagi, kalo ada left over bisa langsung makan tinggal diangetin. Kedua, masak dengan porsi besar ini juga bisa hemat listrik buat oven, kompor, dll. Kalo sekali masak langsung banyak, berarti hari selanjutnya bisa nggak perlu alokasiin listrik ke oven dan kompor lagi kan? Hemat listrik, hemat tenaga. Okesip, cerdas! Poin selanjutnya, dengan adanya left over, hal ini juga sangat membantu mengendalikan budaya jajan di luar! Serius, saya sudah membuktikan sis! (Korban olshop) :D Sejak di sini, saya lebih bisa mengendalikan kebiasaan beli makanan di luar. Artinya saya menyelamatkan isi dompet dan isi perut. Ketika kita menyiapkan makanan kita sendiri, otomatis kita bener-bener tau apa yang masuk ke perut. Does it make any sense? Jadi uangnya bisa ditabung dan saya juga lebih sehat, termasuk mengurangi uang yang mungkin berpotensi dialokasikan ke rumah sakit atau beli obat, karena nggak gampang sakit lagi. Yomaaann! Nah, udah berapa keuntungan yang didapat dengan adanya left over? Tapi namanya juga hidup, segala sesuatu pasti ada sisi baik dan buruknya. Sisi buruk dari kebiasaan sisa makanan ini jelas juga buat kesehatan. Buat orang sini, makanan sisa yang mau dimakan lagi jelas dipanasin lagi. Sayangnya mereka masih suka make wadah plastik yang mereka pake ngepak makanan ini buat langsung dipanasin di microwave. Awalnya saya berusaha menghalalkan cara ini, tapi hati tidak bisa dibohongi (Yaelah sis!), lama-lama saya merasa bersalah pada tubuh saya. Walopun box makanan itu udah punya label microwaveable, saya sendiri kalo emang terpaksa pas capek, nggak pengen masak atau emang masak dalam porsi banyak, secapek apapun saya tetep mindahin makanan dari box itu ke piring atau mangkok kaca. Pokoknya katakan tidak pada benda plastik untuk microwave! (Siapa tau abis ini jadi duta microwave atau duta plastik untuk microwave :p)
Intinya, ujung dari kebiasaan menyimpan makanan sisa ini jelas menghemat segala sesuatu. Walopun personally saya nggak terlalu ngefans sama left over. Selain lebih suka sensasi makan makanan fresh, saya juga punya kepercayaan untuk menyerap nutrisi yang bervariasi (sok sehat!) :p

Seru ya, bahas left over.
Masih dengan topik yang sama, budaya saving, lanjut ke bahan selanjutnya! Masukkan setengah sendok teh baking powder ke dalam adonan tepung yang sudah dicampur dengan mentega dan... ngaco! Oke serius ! Jadi kebiasaan menyimpan ini juga sempet jadi pro kontra dalam otak saya sendiri. Sebagai orang Indonesia yang datang dari negeri yang berlimpah dengan nilai sopan santun yang dijunjung tinggi (saking santunnya kadang lupa buat jujur, eh?), saya sempet ngerasa awkward waktu pertama tau tentang bagaimana nasib makanan sisa di restaurant atau pokoknya sisa makanan kalau kita lagi makan di luar. Ternyata budaya saving ini masih berlanjut. Seriously? YAP! Di sini, pada umumnya - kalo nggak ngedate - mungkin, orang bakal ngebawa pulang makanan yang nggak dihabisin. Restoran sendiri biasanya udah nyediain box khusus dan orang udah biasa kalo bilang "Could i please get the box?" - si pramusaji pasti udah langsung paham maksud kita orang mau ngebungkus sisa makanan kita. Tapi bukan berarti juga kita pesen spaghetti trus tinggal seutas pasta dan kita minta itu dibungkus bawa pulang. Itu sih bukan saving lagi namanya tapi kikir. Naudzubillah. Sebenernya nggak ada masalah sih kalo tega minta box cuma buat ngebungkus satu senar spaghetti, orang sini menghormati keputusan orang lain dan nggak nyinyir kok :) (Halo Indonesia, apa kabarnya?) Tapi sejauh ini di lingkungan pergaulan saya, belum ada yang nyobain ngebungkus seutas spaghetti. Anyway, hal ini sangat menarik dan bikin saya salut. Orang di sini nggak ada yang hidupnya kurang. Dari segi ilmu sosial, stratifikasi masyarakat secara ekonomi nggak dipisahkan dengan gap yang super lebar kayak di Indonesia (misalnya, kalo kaya ya kaya banget, sampe punya pabrik rokok emas, tapi kalo yang kurang ya kurang banget, sampe keluarganya sakit aja tetep diusir dari rumah sakit karena nggak dipercaya mampu bayar). Tapi di sini nggak ada orang kaya, atau yang hidupnya cukup dan SOK. Nggak ada yang jaim. Kalo pas makan bareng dan emang suka sama makanannya ya dihabisin sampe piringnya bersih. Kalo misal udah keburu kenyang dan emang suka, yaudah bawa pulang. Saya bukannya mau ngebanding-bandingin mana yang baik mana yang buruk. Tapi jujur, saya belajar banyak dari fenomena bawa pulang makanan ini. Tapi herannya, di Indonesia orang justru kesannya berlomba-lomba nyisain makanan di piring. Semakin banyak sisanya semakin terlihat keren karena mengindikasikan orang tersebut nggak laper, berkelas, dan elegan. Setelah saya pikir-pikir lagi, apa gunanya nyisain makanan cuma buat nyenengin pandangan orang? Padahal sebenernya mungkin suka atau laper? Akibatnya jelas juga buang-buang makanan. Kalau mau bahas tentang ini, berkaitan dengan adat sopan santun dan budaya timur, saya pikir budaya timur cuma ngajarin makan sewajarnya, bukan ngajarin buang-buang makanan :) Lebih tepatnya budaya Timur ngajarin buat ngambil makanan dengan sopan artinya ya sesuai porsi. Selanjutnya apa yang di piring kita, ya itu udah hak dan tanggung jawab kita. Kita berhak dan bertanggung jawab ngabisin apa yang ada di piring kita. Sopan bukan berarti sok-sok nyisain makanan cuma biar keliatan beradab. Itu beda :) No offense, buddies. Ngomong-ngomong tentang sopan, ketika kita lagi makan bareng dan seringnya buffet, di sini orang dianggap sopan ketika sebaiknya kita habisin dulu apa yang kita ambil di piring kita, baru ambil lagi yang lain. Sebenernya juga nggak apa-apa sih kalo belum habis langsung ngambil yang lain, nggak akan ada yang nyinyir juga. It's not a big deal. Tapi ya common etiquette nya sih gitu. Nggak ada salahnya juga kan tetap menjunjung kesopanan di lingkungan bebas. :p

Oke, lanjut ke bagian akhir dari rumpik soal saving. Jadi kebiasaan yang kesannya "nggak mau rugi" atau "pelit" atau apalah orang bilang, padahal maksud sebenernya adalah nggak mau menyia-nyiakan sesuatu, ini juga berdampak ke satu kebiasaan umum yang unik. Saya sempet agak canggung dan mikir  mereka, orang-orang di sini, hilarious! Jadi salah satu kebiasaan makan-makan bareng ini juga nggak jauh-jauh dari tata cara potluck. (Penasaran apa itu potluck? Akan dibahas lebih jauh di sharing selanjutnya!) Jadi intinya ketika kita bikin acara, tamu-tamu kita ini.. nggak harus dan nggak wajib juga, tapi seyogyanya, disarankan, atau apapun itu, untuk bawa makanan dari rumah masing-masing. Trus nanti dikumpulin dan dimakan bareng sama yang lain. Nah, berkaitan dengan topik kebiasaan menyimpan, setelah potluck dan ada makanan sisa, biasanya si pembawa makanan yang bersangkutan ini bakal ngangkut makanan yang mereka bawa sendiri (potluck leftover). Sebagai orang Indonesia saya pernah mengernyitkan dahi sekaligus geleng kepala (pasti sekarang lagi mraktekin kan? Gotchaaa! :p) Pasalnya, di Indonesia misal kita bertamu dan bawa makanan, kalaupun sisa, kita pasti nggak akan berani bawa pulang lagi kan? Hahaha! Soalnya pasti Anda takut dibilang pelit dan nggak ikhlas bawa makanannya. Nggak salah juga sih, soalnya memang orang-orang kita juga "terbiasa" menggunjing dan "menghakimi" perilaku orang lain. Dan kemungkinan Anda digunjing memang besar. Sorry to be honest! :) Lain cerita di sini, Anda sangat dianjurkan membawa kembali makanan yang Anda bawa kalau memang ada sisa dan Anda pengen bawa pulang lagi. Semua orang akan memahami dan memaklumi, karena memang mereka juga akan melakukan hal yang sama. Bagi mereka, hal itu lebih baik daripada ngebuang makanan. Kecuali memang ada rencana, sisa makanan potluck ini mau dibagikan ke mereka yang membutuhkan. Beda lagi ceritanya. Selain itu, misal Anda minat bawa pulang makanan yang dibawa temen, Anda tinggal bilang aja, nggak ada yang salah dengan berlaku jujur dan bilang "Eh, makanan kamu enak, aku mau dong bawa pulang sisanya." Selagi si empunya makanan ini mengijinkan Anda, nggak ada yang salah dengan hal ini. Mereka justru senang karena Anda mengapresiasi mereka dan Anda jujur. Whoaaaa, keren ya?

Nggak heran kalo di sini, di kehidupan masyarakat dan keluarga, semua sangat tegas dan sadar tentang pemisahan sampah. Sejauh ini saya juga bersyukur punya kesempatan untuk belajar menjadi terbiasa otomatis memisahkan mana sampah organik (sisa makanan dan sejenis compostable stuff), sampah yang bisa direcycle dan sampah semacam plastik yang tidak termasuk golongan kompos atau daur ulang. Semua demi kebaikan bersama untuk menyelamatkan lingkungan. Mungkin memang kebiasaan kecil, tapi dampaknya luar biasa.

Well, that's it. Cerita tentang kebiasaan simpan menyimpan memang unik. Memang untuk beberapa poin, akan kurang relevan diterapkan di kalangan orang Indonesia. Dan bukan berarti budaya di sini lebih baik atau budaya di Indonesia tidak baik. Semua pasti ada kelebihan dan kekurangan. Tanpa mengurangi rasa hormat dan apresiasi pada budaya bangsa sendiri, saya cuma ingin berbagi cerita. Seburuk-buruknya sesuatu yang Anda rasa tidak pas untuk diterapkan, pasti tetap ada sesuatu yang bisa dipelajari. Saya cuma mau beropini, negara maju yang orang-orangnya juga maju dan berkecukupan aja suka saving, nggak suka menyia-nyiakan sesuatu dan mereka selalu berusaha gimana menyelamatkan sesuatu yang berpotensi untuk dimanfaatkan lagi. Jadi untuk kita yang masih proses untuk menjadi maju, nggak ada salahnya belajar dari mereka. Bukan berarti budaya saving ini harus dibenturkan dengan budaya sopan, semua bisa diterapkan tanpa mengorbankan kebiasaan-kebiasaan baik yang sudah ada. Tinggal bagaimana kita bisa menambah hal-hal baik yang sudah kita miliki sebagai orang Indonesia, dengan hal-hal baik yang dimiliki oleh bangsa-bangsa lain. :)
 


 


Kamis, 14 April 2016

The Confession Letter...

April 11th, 2016

Dear one... grandpa,



Honestly, I’m not in the mood of crying or even feeling sad. I just wanted to write this. But I admit that I’ve been doing that since I knew all this good time will be over pretty soon. I don’t know why. But I’ve never thought that the thing would turn to be this ridiculous… and painful for me. I keep telling myself, it shouldn’t be this much matter. 

I’ve never thought I would know you more, in the first time I saw you. At that time I was just amazed because you are a tall guy and I always like it. That's all. Well, you have a sweet warm smile. Never thought that later, that warm smile is able to burn me down. Say I’m hyperbolic, yes, you taught me well to be so! See? It works!

I’ve never thought or expected to know you further, but then when our chapter is almost done, it’s driving me crazy, cry me a river! I was thinking that I would just stay for a while here, in your country. I didn’t think about being attached to anyone, anything - anyhow. That’s why! Oh well, I guess I’m still human. As the time goes by, I realized that I was failed. I’m just naïve. I keep ensuring myself and my brain that I was still the same; the strong woman who always liked the wrong guys and then disappointing parents, so I need to be careful not to repeat the same hell. Whenever I ensured myself, I never took my heart with me because I know it was already a rebel in the very beginning. My brain told me something that my heart would disagree about. Oh well! 

I thought I would never forget my past. About letting go something that I really wanted. And then I met you last year. Now, I want to thank you for making me willing to finish my old plate. Maybe you didn’t realize it, that you made me realize that this world is really big. I won’t die just because of the stupid broken heart thing. I can feel the fresh air and breathe with freedom later. But now, “this thing” almost kill me. But since we know, almost is never enough, then here I am. Just dying. “This thing” refers to the time that we spent together so far. You may think I’m weird and ridiculous, but I count every step that you take when you walk away. Because you taught me how to live! I still remember who I was. The super overthinking Indonesian tiny girl! I don’t blame my culture just because I grew there – even if sometimes I do. You taught me how to enjoy my life as the real me. Not living the hell life of pleasing everyone. You taught me to be honest, but I don’t know how to be honest about what I feel when it comes to the feeling about you! 

For me, it’s sad to have the earlier goodbye. I will leave in two months and you will even leave first. I can’t take it! This is unfair! How can I feel sad about this? Is it because you are my every thing? I feel you are just like my annoying brother, sometimes you are just my enemy and I hate you, the other day you are the best friend I can have to do the ridiculous things, you are like father sometimes when you give me that calming eyes and comfort my crazy messy world, then you are like a cranky grandfather who being silly many times, or yeah, sometimes like a little kid. You may never know but once you step out from my world, you make me lost several  best ones I can have! I know this big planet is not even our final place. And I know that we can’t stay forever in one place. Life gets us keep moving. Goodbye is my best friend since I grew up as a big girl and moved into many places. But this one that I will have with you, really really annoys me! I hate it but I have to take it. I have nothing to do. You have your dreams and you have to make it, me either. I wish you know that you are one of the best things I can have in my life. Thank God, I met you. It’s been nice. 
:"""" 


Your ridiculous Zebra.




Senin, 30 November 2015

HOW DOES IT FEEL TO BE AN ALIEN? (2) - FOOD

WE LOVE FOOD!!!

Di sini kita memang bisa bebas makan buah dan sayur karena orang sini suka banget sama salad. Jadi saya akui saya punya pola makan lebih sehat daripada waktu di Indonesia. Sebenarnya juga tergantung sih ya. Dan lagi, semua pasti ada sisi hitam putihnya. Di sini orang suka salad, yang kalau kata orang Indonesia mungkin makanan kambing. Di sini orang nggak terlalu suka bumbu. Mungkin ini salah satu bentuk mereka sangat menjunjung tinggi kemanusiaan dan nilai individu, mereka nggak masak dengan gaya "You eat what it's served". Nggak kayak di Indonesia yang kita selalu harus makan sesuai selera yang masak. Di sini, kita makan dengan takaran bumbu masing-masing. Pada dasarnya mereka masak sesuatu yang plain alias nggak terlalu banyak bumbu macem-macem, mengingat dan menimbang ukuran pedes, manis, dan asin buat orang pasti beda-beda. Jadi masakan yang udah dibikin bisa kita "masak" ulang di piring kita sendiri. Kita kasih bumbu sesuai selera hati masing-masing. Walaupun bagi mereka yang "sangat Indonesia" mungkin nggak setuju dan bilang ini nggak ada nilai kebersamaannya, tapi personally saya lebih suka cara ini. Toh pada akhirnya kita makan di meja yang sama!

Mereka suka banget sama yang namanya dessert. Secara pribadi, saya senang sekaligus sedih. Saya suka banget makan makanan sejenis ini dan sering nggak terima kalo beberapa orang nyebutnya junk! :( Tapi bener juga sih, sedikit lah. Dessert ini merujuk pada hidangan penutup manis, bisa jadi juga es krim. Berhubung es krim adalah salah satu hal favorit dalam hidup, maka saya menikmati budaya dessert ini. Walaupun berakhir dengan naiknya jarum timbangan. Tapi saya berterima kasih juga sama budaya dessert, karena sudah membuat saya termotivasi banyak dan akhirnya jatuh cinta sama baking! I love baking!

Selain suka dessert, mereka suka makanan frozen. Kalo yang ini adalah sisi gelap makanan di sini. Sebagai orang yang datang dari negeri yang sayur aja bisa metik di kebun sendiri, saya sangat menyayangkan hal yang satu ini. Tapi kalo ditelusuri lebih jauh. Ada alasan kenapa mereka pilih makanan frozen. Di sini banyak keluarga besar, mereka makan dengan porsi besar. Kalo beli produk frozen, bisa disimpen lagi dan tentunya lebih hemat. Dilihat dari sisi praktisnya juga lebih praktis, mereka nggak perlu bolak balik belanja ke supermarket cuma karena sayur yang dibeli 2 hari lalu udah busuk di dapur. Cukup disimpen di kulkas. Tapi tetep aja saya nggak suka dan berusaha menghindari produk-produk frozen. Lucunya, ada pengalaman nyimpen strawberry di flat bareng temen-temen. FRESH STRAWBERRY! Menurut saya ini lebih enak dan sehat, tapi berakhir pada konsekuensi saya harus ngabisin sendiri sebelum buah imut itu membusuk. Nggak ada temen yang mau nyentuh. Tapi begitu nyimpen frozen strawberry, banyak yang berbondong-bondong bantuin makan. Nggak kaget sih, cuma ironis. :D

Soal rasa, jangan diadu lah. Sejujurnya, saya lebih suka makan semangka, melon, mangga dan buah-buah tropis lainnya, yang ditanam di Indonesia. Nah, kalo yang ini Indonesia boleh sangat bangga. Buah-buah kita jauh lebih enak dan rasanya nendang. Sementara di sini, orang udah bisa puas makan buah itu tanpa tau seenak apa buah-buah yang kita punya. Mereka udah cukup puas makan semangka, mangga, dan melon yang menurut saya... nggak ada rasanya. No offense. Tapi serius, rasa buah-buah yang kita punya itu ibarat orang, karakternya kuat. Kalo buah di sini rasanya kayak rasa ke mantan yang telah pudar gitu deh :( Hahaha. Penyebabnya adalah karena buah-buah yang nggak tumbuh di iklim dingin, didapat dari impor. Jadi nggak bisa disalahkan juga. Ketika buah impor rasa aslinya mungkin udah berceceran di jalan dan menguap begitu saja. Mereka diimpor dari negara asal waktu buahnya masih muda belia, sebagai antisipasi nggak membusuk dalam perjalanan ke negeri ini. Jadi walaupun udah mateng, tetep rasanya nggak mateng-mateng amat. Tapi anyway saya udah mulai terbiasa sama rasa mereka.

Bicara soal rasa, mungkin cita rasa mereka emang semacam buah-buah itu. Kurang nendang. Tapi saya juga suka bagian dari budaya rasa ini. Kalo mereka suka masak tanpa terlalu banyak bumbu, mereka juga nggak terlalu suka rasa-rasa buatan yang mengurangi kealamian suatu makanan atau minuman. Sejak di sini, saya nggak pernah minum teh pake gula. Bahkan banyak dari mereka suka minum kopi tanpa gula juga. Kalo yang ini saya nggak bisa. Kenapa? Ya, karena memang bukan preferensi aja minum kopi tanpa apa-apa. Terlalu pahit! Saya nggak mau menambah pahitnya hidup dengan kopi tanpa apa-apa! :p Sempet bayangin kalo di Indonesia kita suguhin tamu kopi atau teh tanpa gula, bisa-bisa kita disangka pelit atau amnesia, lupa kasih gula. Saya suka karena selain hemat nggak perlu gula di minuman (Hahaha!), ini juga lebih sehat. Sementara untuk hal masak-memasak, karena mereka nggak suka pedes, ini juga hal yang saya suka disini. Mereka suka makanan yang nggak neko-neko bumbunya kecuali mereka pecinta masakan India yang bumbunya selalu seantero jagad dan aromanya bisa nginep di dapur selama sebulan dan bisa kecium sampe radius ratusan kilometer. (Hiperbola!) Tapi mereka suka banget sama wine, beer, dan minuman beralkohol. Walaupun nggak semuanya, tapi sudah hal yang wajar kalo masak apa-apa ditambahin wine atau beer. Nah, kalo yang ini saya nggak suka, tapi kalo nggak tau ya tetep masuk perut juga. Hahaha!

Selanjutnya tentang durasi memasak. Mereka punya standar ganda yang nggak bisa saya serap, sebagai orang Indonesia. Mereka suka makan daging dengan metode "half done". Mereka suka barbeque, steak, dan olahan daging panggang yang nggak mateng-mateng amat. Berhubung kadang mereka makan daging merah, jadi daging mentahnya masih keliatan banget. Dan cara masak inilah yang buat orang seperti saya bisa langsung kehilangan selera makan. Rasanya kalo liat daging merah setengah atau bahkan sepertiga mateng, langsung ngebayangin mereka mungkin bakal tega ngegigit langsung para sapi yang berkeliaran di peternakan. Ewh! :( Tentu saja preferensi tingkat kematangan makanan yang saya suka ini sempet bikin hidup mereka lebih rumit. Kalo lagi barbeque-an, temen-temen tahu saya maunya dibikinin daging yang mateng banget, yang bikin mereka bilang "Are you going to eat the ashes of that beef?" atau "It's more than a burnt meat!" 

Kesimpulannya, negara kita memerlukan satu pemimpin yang benar-benar berintegritas. Karena semakin banyak justru orang yang menjatuhkan pemimpin yang semacam itu. (Ini apasih?) Hahaha. Anyway, I love the foods here, we love foods and friends! Because food is our friend and friend is our food! (Loh?! Ngaco! Hahaha) Makan adalah salah satu hal menyenangkan yang bisa jadi media kita ngumpul. Jadi mereka suka banget makan-makan. Bahkan di acara memorial service. Bukan berati kita nggak sedih dan justru pesta ketika ada yang meninggal. Tapi itu sebagai cara kita merayakan dan menghormati orang yang meninggal itu. Jadi jangan salah paham sama kebiasaan makan-makan walaupun ada kerabat yang meninggal. Karena mereka berpikir makanan bisa menyatukan mereka yang biasanya jauh dan nggak pernah ketemu. Itu esensi. Di setiap momen, makanan adalah bentuk rasa syukur mereka, media mempersatukan banyak mulut dan otak di satu meja, dan sebagai cara mereka menikmati kebersamaan. :)



Rabu, 18 November 2015

HOW DOES IT FEEL TO BE AN ALIEN? (1)

Datang dan belajar di negeri orang memang salah satu hal yang nikmat untuk dimiliki dalam hidup. Bisa bayangin gimana rasanya jadi sebatang korek di habitat yang baru? Serem? Iya. But it's way way more fun than you think and you deserve! :p Serius. Banyak hal yang bisa kita pelajari di lingkungan baru. Apalagi awal-awal dateng, pasti semangat-semangatnya menyerap segala sesuatu yang baru. Sampe kadang nggak punya filter, maunya semua-semua diserap.

Saya adalah salah satu gadis desa yang beruntung dan diberkati. Dari kota kecil namanya Brajacaka saya mulai menghirup nafas dunia fana, sempat menikmati indahnya alam pulau Sumatra sapai kemudian dibawa ke neraka yang menjelma sebagai satu pulau super sibuk dan padet di Indonesia barat. Namanya pulau Jawa. Seandainya waktu umur 5 tahun udah punya sense yang bagus tentang pulau-pulau di Indonesia, mungkin saya udah protes nggak mau dibawa keluar pindah ke pulau Jawa. Meskipun masih bolak balik ke Lampung, overall saya besar di pulau Jawa. Kota kecil itu namanya Tayu. Saya menapak hidup di sana sampai Sekolah Menengah Pertama. Setelah beberapa tahun mengecap kehidupan di kota kecil itu, saya dikirim sekolah selanjutnya ke kota kabupaten. Nggak besar-besar amat sih, cuma lebih besar dari Tayu. Mulailah saya hidup jauh dari orang tua. Saya bahagia dan cepet adaptasi walaupun sering sakit dan sekarat juga. Tapi dari pengalaman jauh dari orang tua untuk pertama kalinya itu saya sadar akan panggilan hidup saya. Saya mungkin tertakdir hidup jauh kelak. Waktu itu saya belum tahu rancangan Tuhan selanjutnya. Sampai akhirnya semakin yakinlah saya pada anggapan bahwa saya akan semakin jauh dan jauh. Saya diterima kuliah di Kota Malang. Kota indah yang sejuk walaupun sekarang udah mulai rese, panas, dan padet. Kota inilah yang menempa saya menjadi lebih dewasa dan semakin memahami hakiki menjadi gadis mandiri karena jauh dari orang tua. Di kota itu juga saya mulai merasakan peluang untuk pergi lebih jauh. Mulai dari sering ke ibukota Indonesia karena berbagai urusan. Dan akhirnya di sinilah saya, benua yang ditemuin Amerigo Vespucci! Siapa sangka, ya? :')

Sekarang saya sedang menikmati hidup di negeri pelopor olahraga Hockey. Negeri indah yang ngefans banget sama kata "Eh!" Rasanya bersyukur banget punya kesempatan belajar di sini. Suka dukanya hampir didominasi sama sukanya. Sejujurnya dukanya cuma karena kangen tempe sama keluarga, kangen kelapa muda yang langsung metik dari pohon, dan buah-buah yang rasanya enak. Sejujurnya juga, dari segi makanan, saya cuma kangen beberapa makanan Indonesia aja. Nggak sampe yang sakit karena nggak doyan makan atau perubahan jenis makanan yang drastis. Saya bersyukur saya bukan orang yang ngefans sama nasi, yang ngerasa depresi ketika nggak makan nasi, atau yang ngerasa hidupnya nggak berarti ketika nggak makan Indomie. Bukannya sok sih, tapi ya namanya juga orang kan preferensinya beda-beda. Jadi no offense ya. Saya cuma gila karena nggak nemu tempe.... yang seenak di Indonesia. FYI, tempe di sini mahal dan soal rasa, jangan ditanya... jauuuuhhhhh lebih nggak enak dari di Indonesia :'(

Selanjutnya akan dibagikan beberapa cerita lebih detail mengenai banyak hal selama menjadi alien di sini! Stay tune! :p




Kamis, 12 November 2015

HELLO... from the other side!

Voila!!! Akhirnya nulis di sini lagi. Karena cinta akan selalu pulang. Mau pergi sejauh apapun ke ujung dunia yang fana ini, ujungnya ngerasa butuh banget pulang ke sini. Entah kenapa... Mungkin karena yang namanya move on memang nggak pernah mudah! (#Curcol// #HighlightedLifequotes// #PengalamanPribadi// #KisahNyata// #MoveOn// #Berisik// #KebanyakanHashtag// #Annoying// #KZL// #IniMauNegblogApaMauHashtagExhibition// #IyaGituDeh// #AlayDikitGapapaDong// #TrusKenapaMasihDiterusin// TERUS KENAPA MASIH DITERUSIN?...
Karena masih sayang. Iya, itu kenapa masih diterusin. Sebentar? Ini dimana sih? Yaaayyyy!! Ini sekarang di belahan dunia lain!! Hello from the other side kalo kata Adelle. Oke, main tebak2an dulu yuk? Balikan, balikan apa yang ga pernah ngebosenin? Jawabannya, balikan nyampah lagi sama mantan... blog. Ya nggak mantan sih, namanya juga udah balikan. Hehe. Oke semakin nggak keruan kayaknya ya. Anggep aja yang nulis ini masih jetlag setelah terkatung-katung di bangku pesawat selama hampir 24 jam (jam bumi). Well, I've been here for almost 3 months. Dan sejujurnya entah kenapa belum kangen-kangen banget sama Indonesia. Tapi kangen sama beberapa orang dan makanan aja. Overall, kehidupan di sini membuat saya merasa lebih hidup, meskipun kadang sekarat juga. Sekarat karena kangen, sekarat pengen makan tempe, sekarat karena udara dinginnya ugal-ugalan. Jadi berikut kronologi secuil sejarah hidup yang terukir tahun ini.

Sebelum 17 Agustus 2015:
Sering nangis. Kadang karena sakit. Kadang juga karena berantem sama kesayangan. Ada kalanya nangis karena nyesek mau pergi jauh. Kadang juga nangis aja buat terapi ngebersihin mata dan hidung.

17 Agustus 2015:
Nangis di bandara. Bukan karena laper, tapi karena mau pisah sama orang-orang kesayangan sampai waktu mempertemukan kembali. I left to chase my dreams!

17 Agustus 2015 kalender Indonesia tapi udah pake waktu Jerman:
Nangis karena kesasar di Frankfurt Airport. Akibat dapet panggilan khusus di bagian Imigrasi yang nyinyirin soal tujuan terbang ke Kanada tapi mampir ke AS dulu dan belum punya tiket terbang ke Kanada. Ya suka-suka saya kali, Tante. Ya tapi wajar sih, mereka hanya ingin memastikan saya tidak menggembel di AS dan beneran bisa terbang ke Kanada sesuai rencana.

18 Agustus 2015 kalender Indonesia / 17 Agustus 2015 kalender Amerika Serikat:
Nangis. Terharu sampe di Negeri Paman Sam dengan selamat dan tanpa kurang suatu apapun, termasuk rindu yang nggak berkurang juga - malah makin besar karena sadar udah jauh sama orang-orang kesayangan. Jauh banget. Kalo pengen pulang nggak bisa seenaknya pulang. Mahal, dek!

17 Agustus 2015 - 27 Agustus 2015 kalender AS:
Nangis kalo lagi kangen. Maklum masih newbie jadi pendatang di daratan yang ribuan mil jauhnya dari rumah. Ketawa dan happy kalo lagi makan dan jalan-jalan atau sekedar ngumpul bareng temen dan kenalan baru.

27 Agustus 2015:
Nangis karena liburannya udah selesai dan musti angkat kaki untuk terbang ke tempat baru yang masih menjadi misteri. Padahal kan udah kenal dan dapet temen :( (Lesson: kehidupan selalu mengajarkan untuk bergerak. Itulah kenapa kita selalu pergi untuk beradaptasi dan pada akhirnya harus pergi lagi ketika sudah nyaman beradaptasi. That's life,buddy!)

28 Agustus 2015:
Pagi pertama di Kanada. Pengen nangis sebenernya karena belum dapet jaringan WIFI buat kontak dan ngabarin yang di Indonesia. Tapi Puji Tuhan akhirnya settle di tempat tinggal yang nyaman (tapi tetep aja berencana pindah akhir-akhir ini. HAHAHA).

28 Agustus 2015 - tulisan ini ditulis:
Ya nangis, ya ketawa, ya nyesek, ya galau, ya gila, ya ayan, ya sedih, ya banyak lah pokoknya. Namanya juga manusia dan idup. Tapi kenapa di kronologi di atas kebanyakan nangis? Bukan cuma karena yang nulis ini emang cengeng, tapi sebenernya buat memudahkan anak cucu untuk mengingat sejarah ini kelak. Simple kan kejadiannya, kebanyakan nangis doang. :|

Sejauh ini masih berusaha beradaptasi sama semua hal baru. Banyak belajar hal baru. Dan tenang, ini cuma prakata sebelum nanti akan disharingkan (ini bahasa apaan sih?) untuk berbagai pengalaman dengan lebih mendetail dan digali setajam mulut haters dan sedalam freeport! Pokoknya banyak hal random yang sepertinya memang penting untuk dibagikan. Sekalian menunjukkan tanda-tanda kehidupan di sini. I'M ALIVE, FOLKS!!
Dear, my beloved superdad, mom, sissy, enemy, besties... Hello and i miss you all from this other side of your world! :)




Rabu, 25 Juni 2014

(ORANG PERTAMA+ORANG KEDUA) : ORANG KETIGA = #? (ERROR 404 NOT FOUND)

“Jangan menyalahkan orang ketiga dalam sebuah hubungan. Karena ‘tamu’ nggak akan masuk kalo ‘tuan rumah’ tidak membukakan pintu.”

Kira-kira gitu deh buah pemikiran seorang temen dalam sebuah jejaring sosialnya. Dan yang kemudian menggelitik otak adalah… ya emang. Hahaha. Ada juga temen lain yang kemudian komen
“Kalo tamunya yang maksa masuk ngedobrak pintu, gimana?”
Pertanyaan bagus. Tapi menurutku tetep ada penyebabnya lah ya. Kalo sampe pintu bisa didobrak, itu artinya kualitas pintu seharusnya ditingkatkan. Bisa sih kalo mau didebat lagi, seandainya…
“tapi kalo tamunya bawa tank atau bumble bee buat ngedobrak gimana?”
trus bakal dijawab lagi…
“Ya si tuan rumah minta bantuin Man of Steel buat bikin formula pintu yang kuat dong.”
“……” (Silakan dilanjutkan sendiri, kalo mau. Hehehe)

Nah, di sini kita nggak akan bahas tentang kualitas pintu macam apa yang bakal diciptakan Man of Steel, atau tank kuat yang diekspor negara mana yang bisa ngedobrak apa aja (Bahkan ngedobrak hati yang sudah lama digembok. Eaaak) Helas, sejujurnya aku belum punya pengalaman kerja di toko bangunan atau weapon factory. Jadi marilah kita bahas soal orang ketiganya aja. Kalo yang ini banyak yang udah punya pengalaman, kayaknya. Ini kasus yang semakin menjamur dimana-mana, sehingga perhatian para orang pertama dan kedua seharusnya disinergikan dengan isu yang semakin berkembang. (Ini apalagi, sih? Tuluuung!)

Jadi intinya gini kali ya, sebuah hubungan yang diintervensi orang ketiga itu biasanya (kalo nggak mau dikatakan ‘selalu’) ada sebabnya. Entah ada yang membukakan pintu, atau bahkan mengundang, dan bisa jadi juga orang ketiga nya ini yang emang semangat banget buat ‘bertamu’. Relasinya sama pintu adalah, menurutku, pintu dalam sebuah hubungan itu ya strategi kedua pihak yang berwajib untuk menjaga hubungan mereka. Pintu tiap bangunan bisa jadi beda. Begitu juga strategi dalam hubungan masing-masing. Long Distance Relationship sama hubungan pacar lima langkah dari rumah belum tentu bisa disamakan. Ibarat ngobatin penyakit, semua harus sesuai penyakitnya, kan? Begitu pula dengan strategi dalam mempertahankan dan membentengi sebuah hubungan. Semua kembali pada pihak yang bersangkutan. Dimana keduanya bisa nyaman menjalankan misi pertahanan, ya lanjut. Kalo cuma salah satu aja yang ngejalanin strategi pertahanan, ibarat orang jalan, maka hubungan itu udah pincang.

Nah, masalahnya, kalo sampe ada penyusup bisa masuk, berarti strategi yang mereka punyai mulai bisa dipertanyakan kredibilitasnya. Ketika dua pihak udah memutuskan untuk menjalin sebuah relationship, menurutku, bisa dikatakan bahwa apa yang mereka alami adalah tanggung jawab berdua.
Kondisi lain adalah, mungkin emang penyusupnya yang terlalu ambisius masuk, entah alasan sabotase atau yang lain, yang pasti penyusup itu bisa digagalkan kalo strategi dua pihak utama diperkuat. Kadang nggak ada celah aja penyusup bisa tetep otak atik, apalagi kalau dibikinin jalan, kan? Jadi ya, kalo sampe ada intervensi dalam sebuah hubungan, sampe kemudian salah satu keluar dari koridor pintu utama, bisa dipastikan bahwa nggak mungkin nggak ada alasannya.

Di sini, aku nggak membenarkan kalo seseorang yang tergoda oleh orang ketiga itu sah sah aja, atau jadi orang ketiga yang berhasil merebut salah satu dari dua orang yang berhubungan itu halal. NO. Ya, pelajarannya adalah, sama-sama koreksi aja. Yang jadi orang pertama dan kedua, ya mohon kesadarannya untuk tetap berada pada payung strategi yang sudah dibuat. Memang memilih untuk meninggalkan seseorang itu pasti ada alasannya. Entah kamu udah merasa nggak cocok atau merasa ada yang lebih baik. Tapi itu nggak bisa jadi justifikasi yang valid untuk kemudian mengijinkan orang ketiga mengintervensi hubungan yang sebelumnya.

Begitu juga dengan yang ditinggalkan, mungkin emang perlu koreksi diri, tapi nggak usah berlebihan sampe nyalahin diri sendiri dan susah move on. Jadikan itu pelajaran buat bab relasi selanjutnya. Well, mempertahankan sesuatu yang tidak ingin dipertahankan itu bukan pilihan yang bijak. Kalo kata Demi Lovato sih, let it go. Lagian Tuhan nggak akan mengijinkan kehilangan tanpa sebab. Kalo kamu berkeras dia yang terbaik tapi dia harus pergi, percayalah itu artinya Tuhan sedang menyiapkan yang jauhhh lebih baik lagi J

Yang terakhir, buat orang ketiga… Well, spesies kalian emang ada. Dan aku nggak bermaksud untuk sinis. Apalagi kalian pasti lebih cerdas dalam mencari atau menciptakan alasan intervensi. “Dia sahabatku dari orok, aku nggak rela kalo dia pacaran sama cewek macem D, E, F atau G. Jadi ya… bla bla bla.”
Niat baik kalo eksekusinya pake jalan nggak baik itu sangat disayangkan. Apalagi kalo ujung-ujungnya kamu ngerebut punya orang lain, atau bahkan berniat nikung punya orang lain. Percayalah, kamu bisa melakukan hal yang jauuuh lebih baik dan terpuji dari itu J  



P.s. Tulisan ini dengan penuh kasih sayang dipersembahkan untuk adek kos yang hobi ngebully. Bahkan behind the scene tulisan ini dia bilang "Ngapain nulis tentang orang ketiga, mbak Zi, orang keduanya aja nggak punya" Luv you lah :3


((((salah satu cookie favorit)))) Kita semua juga tau, cookie patah sama yang utuh itu beda :) 





Senin, 16 Juni 2014

KERAN AIR DAN KEBERUNTUNGAN

Mandi memang kegiatan paling inspiratif (buatku). Dari dulu aku percaya kalo kamar mandi itu gudangnya inspirasi. Aku bisa dapet banyak wangsit dan kontemplasi di sana. Singkat cerita, di kosku yang sekarang, aku punya satu kamar mandi langganan dan bisa dibilang favorit sejak pertama aku jadi orang asing di kos ini, karena ukurannya yang luas dan bersih—karena jarang yang make (Wait, btw, aku nggak yakin sama frase “singkat cerita”). Mereka nggak benar-benar ada menurutku :D
Pokoknya aku suka banget mandi di kamar mandi pojokan di lantai 2 ini. Bahkan walopun lagi buru-buru, aku sering konyol nungguin dan (terpaksa) antri kalo memang lagi dipake sama anak kos yang (terpaksa) harus mandi di situ. Tapi hal ini memang nggak sering. Pasalnya, kamar mandi ini jarang yang mau pake. Aku sempet heran karena menurutku dibanding kamar mandi yang lain, ini tetep kamar mandi paling luas dan bersih, tapi juga nggak ambil pusing soal itu karena aku udah cukup sering pusing sama skripsi (Eaaaak).

Mungkin alasan kamar mandi ini jarang dipake adalah pernah munculnya gossip warisan, gossip itu pun berkembang jadi cerita misteri. Walopun aku memang sempet kemakan gossip, tapi ketakutanku cuma bertahan beberapa hari aja. Aku tetap memfavoritkan kamar mandi ini. Emang ya, kalo udah saling percaya itu mau dipisah pake mulut orang ketiga keempat kelima keenam pun, nggak akan mempan dan pada akhirnya balik juga karena cinta selalu tahu kemana ia harus pulang (Ini apabanget sih? Hahaha).
Sayangnya, pagi ini keran kamar mandi mati. Dan penyebabnya adalah kamar mandi utama yang letaknya di belakang, lagi dipake. Pada beberapa kondisi, kalo keran di dua kamar mandi utama dinyalain, kamar mandi favoritku ini bisa mati keran. (Jadi mikir juga, bisa jadi seseorang itu single karena jatahnya ditilap orang lain. Hahahhaa—abaikan!). Nah, karena aku nggak bisa mandi tanpa keran nyala, akhirnya aku berniat untuk antri make kamar mandi utama. Tapi hati tetep aja pengen mandi di kamar mandi favorit sebenernya (Emang kalo nurani nggak pernah bisa bohong ya. Karena pada akhirnya mendustai perasaan sendiri itu akan menyakitkan. Hahaha). Setelah bete karena kelamaan nunggu si pemake kamar mandi utama, aku nekad aja mandi di kamar mandi favorit.

Heran bercampur senang karena beruntung di tengah-tengah mandi, keran yang tadinya nggak keluar air (tapi tetep aku buka), tiba-tiba mencucurkan air. Wah!!
Dari situ aku berpikir kalo untuk memulai sesuatu, aku (manusia) sering banyakan mikir dan kuatir. Padahal semua yang kita butuhkan, hakikinya pasti akan terpenuhi sambil jalan dan di waktu yang tepat. Dan nggak jarang, pemenuhan itu kayak keajaiban yang melengkapi aksi keberanian (atau kenekadan) kita. Faktanya, kita nggak akan pernah tahu kalo kita nggak berinisiatif untuk maju dan gerak dulu. Sering banget dalam setiap mimpi dan niat manusia diawali dengan frase “kalo aku udah bisa…. aku bakal….” atau “kalo aku udah punya….. aku bakal…..”

Padahal siapa yang bisa sangka kalo apa yang kita butuhkan dalam “perjalanan” akan kita peroleh seiring keberanian yang kita punya untuk mulai “berjalan”. Nggak akan ada yang tahu memang, apakah keran air itu bakalan 100% terjamin nyala. Tapi seandainya nggak nyala pun, aku tetep bisa mandi karena perhitungaku airnya bakalan cukup. Nah, ini juga yang bedain aksiku sama kenekadan yang mindless. Nah, something to keep in mind adalah, beranilah mencoba. Be brave! Berani jalan dulu dan apa yang kita butuhkan akan menyusul dengan ajaibnya, seiring aksi nyata dari keberanian kita. Btw, aku juga bersyukur pernah diajarkan tentang iman juga. Dan menurutku, kejadian keran pagi ini juga ngingetin aku tentang keberanian mengambil langkah adalah salah satu bukti iman dengan perbuatan. Karena iman tanpa perbuatan pada dasarnya adalah mati. Dan iman itu sendiri adalah mempercayai sesuatu walopun nggak keliatan. You keep believin even when you see nothing. Wow! Nah, karena keberuntungan juga adalah faktor X yang mempengaruhi outcome dari sebuah peristiwa, dalam hal ini aku juga mau bilang  bahwa fortune favors the brave. Kalo Whitney Houston sama Mariah Carrey bilang sih, There can be miracles when you believe, though hope is frail, it’s hard to kill. Who knows what miracle you can achieve. When you believe somehow you will. You will when you believe.

(Pada akhirnya, dari keran turun ke lagu. Daripada pusing dan mual, mending udahan bacanya. Yang penting tetep ada sesuatu untuk dipelajari lah ya. Hahahaha  J)



Be brave, be faithful, and be lucky!