“Jangan
menyalahkan orang ketiga dalam sebuah hubungan. Karena ‘tamu’ nggak akan masuk
kalo ‘tuan rumah’ tidak membukakan pintu.”
Kira-kira
gitu deh buah pemikiran seorang temen dalam sebuah jejaring sosialnya. Dan yang
kemudian menggelitik otak adalah… ya emang. Hahaha. Ada juga temen lain yang
kemudian komen
“Kalo
tamunya yang maksa masuk ngedobrak pintu, gimana?”
Pertanyaan
bagus. Tapi menurutku tetep ada penyebabnya lah ya. Kalo sampe pintu bisa
didobrak, itu artinya kualitas pintu seharusnya ditingkatkan. Bisa sih kalo mau
didebat lagi, seandainya…
“tapi kalo
tamunya bawa tank atau bumble bee buat ngedobrak gimana?”
trus bakal
dijawab lagi…
“Ya si tuan
rumah minta bantuin Man of Steel buat
bikin formula pintu yang kuat dong.”
“……”
(Silakan dilanjutkan sendiri, kalo mau. Hehehe)
Nah, di
sini kita nggak akan bahas tentang kualitas pintu macam apa yang bakal
diciptakan Man of Steel, atau tank kuat yang diekspor negara mana yang
bisa ngedobrak apa aja (Bahkan ngedobrak hati yang sudah lama digembok. Eaaak) Helas, sejujurnya aku belum punya
pengalaman kerja di toko bangunan atau weapon
factory. Jadi marilah kita bahas soal orang ketiganya aja. Kalo yang ini banyak
yang udah punya pengalaman, kayaknya. Ini kasus yang semakin menjamur
dimana-mana, sehingga perhatian para orang pertama dan kedua seharusnya
disinergikan dengan isu yang semakin berkembang. (Ini apalagi, sih? Tuluuung!)
Jadi
intinya gini kali ya, sebuah hubungan yang diintervensi orang ketiga itu
biasanya (kalo nggak mau dikatakan ‘selalu’) ada sebabnya. Entah ada yang
membukakan pintu, atau bahkan mengundang, dan bisa jadi juga orang ketiga nya
ini yang emang semangat banget buat ‘bertamu’. Relasinya sama pintu adalah,
menurutku, pintu dalam sebuah hubungan itu ya strategi kedua pihak yang
berwajib untuk menjaga hubungan mereka. Pintu tiap bangunan bisa jadi beda. Begitu
juga strategi dalam hubungan masing-masing. Long
Distance Relationship sama hubungan pacar lima langkah dari rumah belum
tentu bisa disamakan. Ibarat ngobatin penyakit, semua harus sesuai penyakitnya,
kan? Begitu pula dengan strategi dalam mempertahankan dan membentengi sebuah
hubungan. Semua kembali pada pihak yang bersangkutan. Dimana keduanya bisa
nyaman menjalankan misi pertahanan, ya lanjut. Kalo cuma salah satu aja yang
ngejalanin strategi pertahanan, ibarat orang jalan, maka hubungan itu udah
pincang.
Nah,
masalahnya, kalo sampe ada penyusup bisa masuk, berarti strategi yang mereka
punyai mulai bisa dipertanyakan kredibilitasnya. Ketika dua pihak udah
memutuskan untuk menjalin sebuah relationship,
menurutku, bisa dikatakan bahwa apa yang mereka alami adalah tanggung jawab
berdua.
Kondisi lain
adalah, mungkin emang penyusupnya yang terlalu ambisius masuk, entah alasan
sabotase atau yang lain, yang pasti penyusup itu bisa digagalkan kalo strategi
dua pihak utama diperkuat. Kadang nggak ada celah aja penyusup bisa tetep otak
atik, apalagi kalau dibikinin jalan, kan? Jadi ya, kalo sampe ada intervensi
dalam sebuah hubungan, sampe kemudian salah satu keluar dari koridor pintu
utama, bisa dipastikan bahwa nggak mungkin nggak ada alasannya.
Di sini,
aku nggak membenarkan kalo seseorang yang tergoda oleh orang ketiga itu sah sah
aja, atau jadi orang ketiga yang berhasil merebut salah satu dari dua orang
yang berhubungan itu halal. NO. Ya, pelajarannya adalah, sama-sama koreksi aja.
Yang jadi orang pertama dan kedua, ya mohon kesadarannya untuk tetap berada
pada payung strategi yang sudah dibuat. Memang memilih untuk meninggalkan
seseorang itu pasti ada alasannya. Entah kamu udah merasa nggak cocok atau
merasa ada yang lebih baik. Tapi itu nggak bisa jadi justifikasi yang valid
untuk kemudian mengijinkan orang ketiga mengintervensi hubungan yang
sebelumnya.
Begitu juga
dengan yang ditinggalkan, mungkin emang perlu koreksi diri, tapi nggak usah
berlebihan sampe nyalahin diri sendiri dan susah move on. Jadikan itu pelajaran buat bab relasi selanjutnya. Well, mempertahankan sesuatu yang tidak
ingin dipertahankan itu bukan pilihan yang bijak. Kalo kata Demi Lovato sih, let it go. Lagian Tuhan nggak akan
mengijinkan kehilangan tanpa sebab. Kalo kamu berkeras dia yang terbaik tapi
dia harus pergi, percayalah itu artinya Tuhan sedang menyiapkan yang jauhhh
lebih baik lagi J
Yang
terakhir, buat orang ketiga… Well,
spesies kalian emang ada. Dan aku nggak bermaksud untuk sinis. Apalagi kalian
pasti lebih cerdas dalam mencari atau menciptakan alasan intervensi. “Dia
sahabatku dari orok, aku nggak rela kalo dia pacaran sama cewek macem D, E, F
atau G. Jadi ya… bla bla bla.”
Niat baik
kalo eksekusinya pake jalan nggak baik itu sangat disayangkan. Apalagi kalo
ujung-ujungnya kamu ngerebut punya orang lain, atau bahkan berniat nikung punya
orang lain. Percayalah, kamu bisa melakukan hal yang jauuuh lebih baik dan
terpuji dari itu J
P.s. Tulisan ini dengan penuh kasih sayang dipersembahkan untuk adek kos yang hobi ngebully. Bahkan behind the scene tulisan ini dia bilang "Ngapain nulis tentang orang ketiga, mbak Zi, orang keduanya aja nggak punya" Luv you lah :3
![]() |
((((salah satu cookie favorit)))) Kita semua juga tau, cookie patah sama yang utuh itu beda :) |
Setuju sih sama ide tentang pintunya...
BalasHapushttp://malaikatdugem.wordpress.com/2014/06/26/the-options-between-the-doors-and-the-world-outside/