THE BEGIN WHERE I END
Apa yang kira-kira
bisa dilakuin kalo tanggal 1 udah harus hidup ‘jadi’ orang Jakarta tapi sampe 2
hari sebelumnya belum dapet tempat tinggal K
Rasanya mau panik juga
udah telat, mau nggak panik juga nggak mungkin. Hahaha
Oke, and the rock journey have begun.
Tepatnya tanggal 29 Juni 2013. Demam panggung sebelum magang sebenernya udah
melanda seminggu sebelum jadwal magangku dimulai (1 Juli 2013). Pasalnya, sampe
tanggal 29 Juni aku berangkat ke Jakarta, dalam posisi belum tahu arah dan
tujuan karena belum dapet kos. Kesulitan itu datang dari letak instansi tempat
aku magang yang lumayan untouchable
sama kantong mahasiswa. Ah ya, sebentar, sebelum aku nyeritain bagian ini, aku
mau ngereka ulang gimana perlahan semua ini ada di hadapanku. Rasanya seperti
mimpi.
Aku nggak peduli udah
pernah cerita atau belum, yang pasti aku selalu excited buat nyeritainnya dan dengan senang hati nyetel ulang
momen-momen yang berkaitan sama kesempatan ini. Jadi berawal dari sebuah
penasaran dan kekagumanku sama budaya India yang menurutku hampir sama kayak
Indonesia. Multikultur dan multi-multi yang lainnya, keeksisannya yang semakin
terendus dunia, kembaran isu yang sama kayak Indonesia which is terorisme. Hahaha :D Sampe kesamaannya sama Bali. Pulau
yang bener-bener aku idolain sejak SMP. K Nah, sekitar akhir maret menuju April, aku berencana kirim email ke embassy India di Jakarta. Setelah nunggu sekitar beberapa hari,
ternyata aku diminta datang langsung ke kantor embassy-nya. Berhubung saat itu lagi masa UTS dan lagi Malang dan
Jakarta itu jaraknya sejauh aku sama "dia” (halaahhh -__-“) maka jadilah
aku memohon-mohon untuk diberikan kesempatan kedua. Sejak itu aku mulai
terombang ambing dengan kejengkelan pada diri sendiri yang seolah nyia-nyiain
kesempatan. Karena sejak itulah nggak ada lagi balesan email dari pihak embassy.
Aku masih ngeyel dan ngotot bin pede (FYI,
agenda magang Juli dan sampe April aku masih bersikeras untuk menggantungkan
satu-satunya nasib magangku ke kedutaan India ini. Aku kirim ulang email, sok-sok an mastiin kalo email balasanku udah masuk apa belum,
atau jadi spam. Hehehe J tapi emailku
bertepuk sebelah tangan, aku tetep dikacangin sama pihak Embassy, sampe lebih dari seminggu dan hampir dua minggu. Menginjak
pertengahan April, aku beraniin untuk email
ke pihak atasan (yang setelah aku tahu, beliau ini posisinya sekretaris II di Political Wing), aku kenalin ulang
identitas, keperluan, sekaligus pengaduan dengan kalimat sok manis kalo aku
nggak dibales sama pihak embassy (Dan
kala itu juga aku yakin kalo taraf kepedeanku udah keren bets~ K). Dengan setia, aku sambangin yahoo.com tiap hari. Sampe seminggu
nihil, walhasil aku udah berencana move
on meskipun hatiku berkata bahwa aku harus tetep memilih embassy India. Ouch :”)
Seminggu dikacangin,
aku mulai sedikit belajar realistis atas sakitnya bertepuk sebelah tangan.
Sampe akhirnya kesalahan justru terulang di tengah-tengah penurunan daya juang.
Aku lengah buka email dan nelat dua
hari. Dan pas buka email nangis kejer
karena ternyata ada email balasan
dari pihak Deputy Chief of Mission (Vice Ambassador). Aku diminta datang
untuk kedua kalinya, dan kali kedua itu juga aku menyia2kan kesempatan kedua
yang pernah aku minta sebelumnya. Aku nggak kesel sama mereka yang balesnya
lama, tapi justru aku stress dan kesel karena aku segampang itu mau move on dan ceroboh buat pasrah gitu
aja. Disini aku mulai belajar bahwa keyakinan itu harus total, nggak usah
setengah2. Harusnya waktu itu kalo aku memang yakin bakal bisa ke embassy, aku harus lebih yakin dan nggak
nyerah di “ujung” yang aku konstruksikan sendiri.
Dengan tebel muka, aku
menghubungi pihak embassy dan
nyeritain ulang kalo aku jauh dari Jakarta dan aku nggak bisa diundang mendadak,
juga kesalahanku buat telat buka email.
Setelah permintaan maaf dengan embel-embel minta dipanggil (lagi!), aku mulai
bener-bener frustasi dan kali ini bener2 berusaha nyiapin diri kalo memang
mungkin aku harus nerima kenyataan kalo aku nggak berjodoh sama embassy India dan harus nyari tempat lain
buat magang :”) Guess what, sampe
seminggu lebih nggak ada balesan, dan itu adalah bulan Mei. Ya, Mei, dan belum
dapet tempat magang. Hahaha, keren bukan?! Aku mulai nyiapin proposan buat
Freeport sebagai bukti usahaku untuk move
on dengan berat hati. Tapi bersyukur Dia masih Tuhan, dan mujizat masih ada
buatku. Pertengahan Mei mereka akhirnya kasih aku kebijakan yang lebih manis
dan “ajaib” buatku. Aku diminta ngirim berkas dan dokumen terkait proposal,
CV+foto, covering letter dari kampus, dan beberapa dokumen lainnya. Okay,
setelah keajaiban pemberian kesempatan screening
data dan seleksi awal secara online,
kabar baik itu datang di akhir Mei dan aku dikasih kesempatan untuk interview tanggal 6 Juni 2013. Dengan
penuh semangat, aku interview dan
yaayyyy, lolos. Puji Tuhan.
……. (to be continued)
GET IT STARTED
Akhirnya hari yang
bikin deg-deg an dan nervous sebelum
tiba waktunya, hari magang pertama, 1 Juli 2014, udah di depan mata. Tapi
masalahnya, mataku belum punya arah buat ngelihat dimana aku akan tinggal
selama magang 2 bulan nanti. Pasalnya, embassy
ini lokasinya di daerah Kuningan yang isinya gedung-gedung kantor, pusat
perbelanjaan, hotel, dan keperluan hedon yang nggak perlu dimention satu-satu. Yeah, mungkin kalo aku beneran udah
kerja, adalah masuk akal buat nyewa tempat tinggal 5 juta per bulan yang berupa
residences atau apartment. Ya, kebanyakan di sekitar Kuningan adalah tempat tinggal
sewaan demikian rupa, atau syukur-syukur kalo mau tinggal di J.W Marriot atau
Ritz Carlton. Hahahah
Syukurlah, setelah 29
Juni meluncur ke Jakarta dianter orang serumah, tanggal 30 Juni aku dianter
muter2in wilayah sekitar Kuningan buat nyari kos. Dan akhirnya aku dapet di
sekitar Menteng Dalam. Bagusnya lagi, itu deket banget sama tempat cuci mata
yang masih sekitaran sama kompleks Mega Kuningan. (Uhuuukk, salah fokus! :D)
Walhasil, jadilah
sejak itu aku seorang anak Menteng. Ya, itung-itung napak tilas Oom Obama laah~
hahaha
Hari pertama magang
aku masih dianter mama papa karena aku terkenal buruk mengenali jalur dan jalan
K Sayangnya, Mega Kuningan itu kawasan yang
cukup complicated buat pendatang baru
(semacam aku). K
Hari pertama di
kantor, aku check in dengan disambut
tampang2 dingin security2 dan penjaga
pos pengunjung yang jumlahnya nggak cuma satu atau dua. Okay lah~ mungkin aku
punya tampang teroris meskipun aku nggak pernah bisa neror hatinya “dia”
(halaahhh.. maneh! -__-“). Nggak beda sama perlakuan pas aku dateng buat interview, HP dan tas harus ditinggalin
di pos penjagaan itu. Aku langsung masuk tanpa babibu karena aku emang udah
telat dari jadwal panggilan. Rasanya sebel juga sama lalu lintas di Ibukota
ini. Keterlaluan kejem. (And FYI,
gegara ngejar waktu, papa juga sempet ditilang gegara make bahu jalan dan
kepedean ngikutin mobil polisi yang waktu itu lewat dengan berisiknya
ngebelah-belah padetnya lalu lintas.)
Pak Deputy Chief of Mission nya ternyata
lagi nggak di ruangan, tapi sekretarisnya yang baru-baru ini aku tau namanya
Pak Harpal Singh, dengan sangat ramah menyambut dan meminta untuk menunggu di
ruang Pak Raveesh Kumar, si Deputy Chief
of Mission yang juga sama gantengnya. (HEALAAAHH! -__- hahhahaa). Setelah
menunggu beberapa saat ternyata Bapak itu nggak nyinggung sama sekali soal
telatnya aku, entah karena memang pengertian sama fenomena macet, atau karena
beliau lebih telat, akhirnya aku nggak canggung lagi karena beliau sangat
ramah, hangat, dan justru banyak cerita soal pengalamannya yang pernah liburan
ke Bromo (sebelumnya sempet rumpik juga soal apel Malang) hahaha. Setelah
beberapa obrolan terkait magang dan tugas, akhirnya aku dimandatkan untuk
menemui third secretary sekaligus Head of chancery of political and education,
Mr. Pradeeb Gupta. Aku ke ruangannya dan disambut dengan ramah di sana. Mr.
Gupta sebelumnya memang udah pernah ketemu karena Beliau yang menginterview
aku. Tapi nggak nyangka aja kalo akhirnya Pak Gupta ini excited nanya2 kabar, tempat tinggal ku jadinya dimana, dan bahkan
hari pertama itu, Beliau adalah orang yang mengingatkanku untuk tidak lupa
makan siang. Oleh Mr. Gupta pula akhirnya aku mencopot name tag “visitor / guest” dan menghubungi pihak keamanan untuk memberikan tas dan
mengijinkan aku membawa HP. Yayyyy… my
first time in getting that license was a great moment. Unforgettable! Aku
juga nggak perlu laporan lagi pake kertas “visitors
slip” lagi buat keluar masuk :3 Thank
you! I feel so blessed!
Aku ditempatkan di Political Wing, dan kemudian tugas-tugas
mulai berdatangan. Meskipun tugas utamaku sebenarnya bukan bidang yang
diinginkan, tapi inilah kesempatan untuk benar-benar belajar dari magang.
Sebelumnya, aku nggak pernah doyan isu politik domestik. Tapi setelah aku
menemui Mrs. Vartika Rawat yang kemudian menugaskanku untuk membantunya
menyediakan tambahan informasi untuk menyusun weekly report yang harus dikirim ke pemerintah India pusat, terkait
isu tertentu. Sayangnya, isu yang diinginkan Mrs. Vartika adalah tentang
politik domestik, khususnya PEMILU 2014! Nothin
to say. It’s okay :”) but, finally
it’s proven that life begins at the end of comfort zone. Mau nggak mau aku
harus mulai membiasakan diri buat ngepoin semua media di Indonesia yang memuat
berita politik dan khususnya the upcoming
2014 general election. Berasa apa banget pas pertama (mau nggak mau) aku
harus tau ada berapa partai yang bakal ikut pemilu, skandal partai, kasus
Hambalang, Cebongan, Century, internal partai, sampe elektabilitas partai dan
kandidat, dan analisa kesemua fenomena tersebu. Oh, great! Dan berita online itu
selalu bergerak tiap jam! Jadi sehari rasanya baca banyak banget “gossip” masalah partai A, B, C, dan
tokoh D, E, F, dan G. :”) Tapi justru di hari ke dua dan ke tiga, aku merasa
bahwa ini menyenangkan dan akan sangat berguna! Kapan lagi aku mau belajar
menyukai apa yang sebelumnya bahkan nggak aku lirik sama sekali, kalo bukan
dengan cara kayak gini dan di waktu ini. Thanks
for these chances, all! Thanks, Lord! J