Selasa, 16 Juli 2013

Overcast Morning struck~

Oke,
Sebenernya aku lagi sibuk dan punya banyak hal yang harus dikerjakan. Tapi pagi ini aku iseng aja pengen ngebuka timeline twittermu. Sebenernya juga, bukan sekarang. Dan itu hanya “seharusnya”. Hari Selasa, yang sejak aku buka mata, udah digadang-gadang bakal jadi hari yang menyenangkan, ternyata mulai melenceng dari jalur prediksi yang diharapkan. Pukul 10.44am. Rasanya masih terlalu pagi untuk menjadi tidak bersemangat. Masih terlalu pagi juga untuk mengkondisikan bendungan feeling yang harus dikamuflasekan dengan helaan nafas berulang kali. Ini akibat melakukan sesuatu di waktu yang tidak tepat. “Seharusnya”. Ya, seharusnya tidak pagi ini. Seharusnya juga, bukan timelinemu yang aku baca.

Rasanya sedang dipaksa keadaan untuk menjadi baik-baik saja di tengah ketidakbaikan. Dan rasanya, aku merasa bersalah jika harus bersedih untuk kebahagiaan seseorang. Di satu sisi, aku turut bersukacita untuk keberhasilanmu. Setidaknya itu titik terang dari upayamu mencapai sukses. Selamat, ya…

Dari awal aku sudah sangat yakin bahwa kamu memang akan lolos untuk program beasiswa itu. Bukan karena aku sok kenal. Tapi sejauh aku berusaha mengenalmu, aku tahu kamu berusaha banyak untuk semua mimpi-mimpimu. Itu, kamu. Tapi aku juga benci ketika aku meyakini hal itu. Dengan kata lain, aku juga ‘terpaksa’ meyakini bahwa akan ada jarak yang semakin jauh. Meskipun- juga- jika seandainya- tidak ada jarak geografis- akan menjamin ada cerita lain. Ya, aku tahu, tidak ada apa-apa di antara kita. Aku tahu juga, hanya ada jarak di antara kita. Dan semakin jauh, semakin itu ‘berarti’ buatku. Aku nggak peduli sudut pandangmu berbeda. Atau bahkan kamu nggak punya sudut pandang sama sekali untuk hal ini karena memang kamu nggak ambil peduli soal ini. Ya, ini memang urusanku dengan hati dan perasaanku.
Aku sempat berpikir, setelah berbeda pulau, kita akan juga berbeda negara, bahkan benua. Ah, ternyata list perbedaan ini bakal terus bertambah ya :”)
Okelah, aku cuma bisa berdoa supaya kamu terus sukses di jalanmu, disertai Tuhan di dalam jalanNya. Mungkin ini klasik, tapi aku nggak pernah menganggap kekuatan doa itu klasik :)
Sukses buat setiap tahap yang bakal kamu lalui sebelum meninggalkan Indonesia ya…

Ohya, selamat buat Triton yang udah punya temen :D




Minggu, 14 Juli 2013

LIFE IS A SONG TO LIVE. SING! :))

THE BEGIN WHERE I END
Apa yang kira-kira bisa dilakuin kalo tanggal 1 udah harus hidup ‘jadi’ orang Jakarta tapi sampe 2 hari sebelumnya belum dapet tempat tinggal K
Rasanya mau panik juga udah telat, mau nggak panik juga nggak mungkin. Hahaha
Oke, and the rock journey have begun. Tepatnya tanggal 29 Juni 2013. Demam panggung sebelum magang sebenernya udah melanda seminggu sebelum jadwal magangku dimulai (1 Juli 2013). Pasalnya, sampe tanggal 29 Juni aku berangkat ke Jakarta, dalam posisi belum tahu arah dan tujuan karena belum dapet kos. Kesulitan itu datang dari letak instansi tempat aku magang yang lumayan untouchable sama kantong mahasiswa. Ah ya, sebentar, sebelum aku nyeritain bagian ini, aku mau ngereka ulang gimana perlahan semua ini ada di hadapanku. Rasanya seperti mimpi.
Aku nggak peduli udah pernah cerita atau belum, yang pasti aku selalu excited buat nyeritainnya dan dengan senang hati nyetel ulang momen-momen yang berkaitan sama kesempatan ini. Jadi berawal dari sebuah penasaran dan kekagumanku sama budaya India yang menurutku hampir sama kayak Indonesia. Multikultur dan multi-multi yang lainnya, keeksisannya yang semakin terendus dunia, kembaran isu yang sama kayak Indonesia which is terorisme. Hahaha :D Sampe kesamaannya sama Bali. Pulau yang bener-bener aku idolain sejak SMP. K Nah, sekitar akhir maret menuju April, aku berencana kirim email ke embassy India di Jakarta. Setelah nunggu sekitar beberapa hari, ternyata aku diminta datang langsung ke kantor embassy-nya. Berhubung saat itu lagi masa UTS dan lagi Malang dan Jakarta itu jaraknya sejauh aku sama "dia” (halaahhh -__-“) maka jadilah aku memohon-mohon untuk diberikan kesempatan kedua. Sejak itu aku mulai terombang ambing dengan kejengkelan pada diri sendiri yang seolah nyia-nyiain kesempatan. Karena sejak itulah nggak ada lagi balesan email dari pihak embassy. Aku masih ngeyel dan ngotot bin pede (FYI, agenda magang Juli dan sampe April aku masih bersikeras untuk menggantungkan satu-satunya nasib magangku ke kedutaan India ini. Aku kirim ulang email, sok-sok an mastiin kalo email balasanku udah masuk apa belum, atau jadi spam. Hehehe J tapi emailku bertepuk sebelah tangan, aku tetep dikacangin sama pihak Embassy, sampe lebih dari seminggu dan hampir dua minggu. Menginjak pertengahan April, aku beraniin untuk email ke pihak atasan (yang setelah aku tahu, beliau ini posisinya sekretaris II di Political Wing), aku kenalin ulang identitas, keperluan, sekaligus pengaduan dengan kalimat sok manis kalo aku nggak dibales sama pihak embassy (Dan kala itu juga aku yakin kalo taraf kepedeanku udah keren bets~ K). Dengan setia, aku sambangin yahoo.com tiap hari. Sampe seminggu nihil, walhasil aku udah berencana move on meskipun hatiku berkata bahwa aku harus tetep memilih embassy India. Ouch :”)
Seminggu dikacangin, aku mulai sedikit belajar realistis atas sakitnya bertepuk sebelah tangan. Sampe akhirnya kesalahan justru terulang di tengah-tengah penurunan daya juang. Aku lengah buka email dan nelat dua hari. Dan pas buka email nangis kejer karena ternyata ada email balasan dari pihak Deputy Chief of Mission (Vice Ambassador). Aku diminta datang untuk kedua kalinya, dan kali kedua itu juga aku menyia2kan kesempatan kedua yang pernah aku minta sebelumnya. Aku nggak kesel sama mereka yang balesnya lama, tapi justru aku stress dan kesel karena aku segampang itu mau move on dan ceroboh buat pasrah gitu aja. Disini aku mulai belajar bahwa keyakinan itu harus total, nggak usah setengah2. Harusnya waktu itu kalo aku memang yakin bakal bisa ke embassy, aku harus lebih yakin dan nggak nyerah di “ujung” yang aku konstruksikan sendiri.
Dengan tebel muka, aku menghubungi pihak embassy dan nyeritain ulang kalo aku jauh dari Jakarta dan aku nggak bisa diundang mendadak, juga kesalahanku buat telat buka email. Setelah permintaan maaf dengan embel-embel minta dipanggil (lagi!), aku mulai bener-bener frustasi dan kali ini bener2 berusaha nyiapin diri kalo memang mungkin aku harus nerima kenyataan kalo aku nggak berjodoh sama  embassy India dan harus nyari tempat lain buat magang :”) Guess what, sampe seminggu lebih nggak ada balesan, dan itu adalah bulan Mei. Ya, Mei, dan belum dapet tempat magang. Hahaha, keren bukan?! Aku mulai nyiapin proposan buat Freeport sebagai bukti usahaku untuk move on dengan berat hati. Tapi bersyukur Dia masih Tuhan, dan mujizat masih ada buatku. Pertengahan Mei mereka akhirnya kasih aku kebijakan yang lebih manis dan “ajaib” buatku. Aku diminta ngirim berkas dan dokumen terkait proposal, CV+foto, covering letter dari kampus, dan beberapa dokumen lainnya. Okay, setelah keajaiban pemberian kesempatan screening data dan seleksi awal secara online, kabar baik itu datang di akhir Mei dan aku dikasih kesempatan untuk interview tanggal 6 Juni 2013. Dengan penuh semangat, aku interview dan yaayyyy, lolos. Puji Tuhan.
……. (to be continued)

GET IT STARTED
Akhirnya hari yang bikin deg-deg an dan nervous sebelum tiba waktunya, hari magang pertama, 1 Juli 2014, udah di depan mata. Tapi masalahnya, mataku belum punya arah buat ngelihat dimana aku akan tinggal selama magang 2 bulan nanti. Pasalnya, embassy ini lokasinya di daerah Kuningan yang isinya gedung-gedung kantor, pusat perbelanjaan, hotel, dan keperluan hedon yang nggak perlu dimention satu-satu. Yeah, mungkin kalo aku beneran udah kerja, adalah masuk akal buat nyewa tempat tinggal 5 juta per bulan yang berupa residences atau apartment. Ya, kebanyakan di sekitar Kuningan adalah tempat tinggal sewaan demikian rupa, atau syukur-syukur kalo mau tinggal di J.W Marriot atau Ritz Carlton. Hahahah
Syukurlah, setelah 29 Juni meluncur ke Jakarta dianter orang serumah, tanggal 30 Juni aku dianter muter2in wilayah sekitar Kuningan buat nyari kos. Dan akhirnya aku dapet di sekitar Menteng Dalam. Bagusnya lagi, itu deket banget sama tempat cuci mata yang masih sekitaran sama kompleks Mega Kuningan. (Uhuuukk, salah fokus! :D)
Walhasil, jadilah sejak itu aku seorang anak Menteng. Ya, itung-itung napak tilas Oom Obama laah~ hahaha
Hari pertama magang aku masih dianter mama papa karena aku terkenal buruk mengenali jalur dan jalan K Sayangnya, Mega Kuningan itu kawasan yang cukup complicated buat pendatang baru (semacam aku). K
Hari pertama di kantor, aku check in dengan disambut tampang2 dingin security2 dan penjaga pos pengunjung yang jumlahnya nggak cuma satu atau dua. Okay lah~ mungkin aku punya tampang teroris meskipun aku nggak pernah bisa neror hatinya “dia” (halaahhh.. maneh! -__-“). Nggak beda sama perlakuan pas aku dateng buat interview, HP dan tas harus ditinggalin di pos penjagaan itu. Aku langsung masuk tanpa babibu karena aku emang udah telat dari jadwal panggilan. Rasanya sebel juga sama lalu lintas di Ibukota ini. Keterlaluan kejem. (And FYI, gegara ngejar waktu, papa juga sempet ditilang gegara make bahu jalan dan kepedean ngikutin mobil polisi yang waktu itu lewat dengan berisiknya ngebelah-belah padetnya lalu lintas.)
Pak Deputy Chief of Mission nya ternyata lagi nggak di ruangan, tapi sekretarisnya yang baru-baru ini aku tau namanya Pak Harpal Singh, dengan sangat ramah menyambut dan meminta untuk menunggu di ruang Pak Raveesh Kumar, si Deputy Chief of Mission yang juga sama gantengnya. (HEALAAAHH! -__- hahhahaa). Setelah menunggu beberapa saat ternyata Bapak itu nggak nyinggung sama sekali soal telatnya aku, entah karena memang pengertian sama fenomena macet, atau karena beliau lebih telat, akhirnya aku nggak canggung lagi karena beliau sangat ramah, hangat, dan justru banyak cerita soal pengalamannya yang pernah liburan ke Bromo (sebelumnya sempet rumpik juga soal apel Malang) hahaha. Setelah beberapa obrolan terkait magang dan tugas, akhirnya aku dimandatkan untuk menemui third secretary sekaligus Head of chancery of political and education, Mr. Pradeeb Gupta. Aku ke ruangannya dan disambut dengan ramah di sana. Mr. Gupta sebelumnya memang udah pernah ketemu karena Beliau yang menginterview aku. Tapi nggak nyangka aja kalo akhirnya Pak Gupta ini excited nanya2 kabar, tempat tinggal ku jadinya dimana, dan bahkan hari pertama itu, Beliau adalah orang yang mengingatkanku untuk tidak lupa makan siang. Oleh Mr. Gupta pula akhirnya aku mencopot name tag “visitor / guest” dan menghubungi pihak keamanan untuk memberikan tas dan mengijinkan aku membawa HP. Yayyyy… my first time in getting that license was a great moment. Unforgettable! Aku juga nggak perlu laporan lagi pake kertas “visitors slip” lagi buat keluar masuk :3 Thank you! I feel so blessed!

Aku ditempatkan di Political Wing, dan kemudian tugas-tugas mulai berdatangan. Meskipun tugas utamaku sebenarnya bukan bidang yang diinginkan, tapi inilah kesempatan untuk benar-benar belajar dari magang. Sebelumnya, aku nggak pernah doyan isu politik domestik. Tapi setelah aku menemui Mrs. Vartika Rawat yang kemudian menugaskanku untuk membantunya menyediakan tambahan informasi untuk menyusun weekly report yang harus dikirim ke pemerintah India pusat, terkait isu tertentu. Sayangnya, isu yang diinginkan Mrs. Vartika adalah tentang politik domestik, khususnya PEMILU 2014! Nothin to say. It’s okay :”) but, finally it’s proven that life begins at the end of comfort zone. Mau nggak mau aku harus mulai membiasakan diri buat ngepoin semua media di Indonesia yang memuat berita politik dan khususnya the upcoming 2014 general election. Berasa apa banget pas pertama (mau nggak mau) aku harus tau ada berapa partai yang bakal ikut pemilu, skandal partai, kasus Hambalang, Cebongan, Century, internal partai, sampe elektabilitas partai dan kandidat, dan analisa kesemua fenomena tersebu. Oh, great! Dan berita online itu selalu bergerak tiap jam! Jadi sehari rasanya baca banyak banget “gossip” masalah partai A, B, C, dan tokoh D, E, F, dan G. :”) Tapi justru di hari ke dua dan ke tiga, aku merasa bahwa ini menyenangkan dan akan sangat berguna! Kapan lagi aku mau belajar menyukai apa yang sebelumnya bahkan nggak aku lirik sama sekali, kalo bukan dengan cara kayak gini dan di waktu ini. Thanks for these chances, all! Thanks, Lord! J