Rabu, 25 Juni 2014

(ORANG PERTAMA+ORANG KEDUA) : ORANG KETIGA = #? (ERROR 404 NOT FOUND)

“Jangan menyalahkan orang ketiga dalam sebuah hubungan. Karena ‘tamu’ nggak akan masuk kalo ‘tuan rumah’ tidak membukakan pintu.”

Kira-kira gitu deh buah pemikiran seorang temen dalam sebuah jejaring sosialnya. Dan yang kemudian menggelitik otak adalah… ya emang. Hahaha. Ada juga temen lain yang kemudian komen
“Kalo tamunya yang maksa masuk ngedobrak pintu, gimana?”
Pertanyaan bagus. Tapi menurutku tetep ada penyebabnya lah ya. Kalo sampe pintu bisa didobrak, itu artinya kualitas pintu seharusnya ditingkatkan. Bisa sih kalo mau didebat lagi, seandainya…
“tapi kalo tamunya bawa tank atau bumble bee buat ngedobrak gimana?”
trus bakal dijawab lagi…
“Ya si tuan rumah minta bantuin Man of Steel buat bikin formula pintu yang kuat dong.”
“……” (Silakan dilanjutkan sendiri, kalo mau. Hehehe)

Nah, di sini kita nggak akan bahas tentang kualitas pintu macam apa yang bakal diciptakan Man of Steel, atau tank kuat yang diekspor negara mana yang bisa ngedobrak apa aja (Bahkan ngedobrak hati yang sudah lama digembok. Eaaak) Helas, sejujurnya aku belum punya pengalaman kerja di toko bangunan atau weapon factory. Jadi marilah kita bahas soal orang ketiganya aja. Kalo yang ini banyak yang udah punya pengalaman, kayaknya. Ini kasus yang semakin menjamur dimana-mana, sehingga perhatian para orang pertama dan kedua seharusnya disinergikan dengan isu yang semakin berkembang. (Ini apalagi, sih? Tuluuung!)

Jadi intinya gini kali ya, sebuah hubungan yang diintervensi orang ketiga itu biasanya (kalo nggak mau dikatakan ‘selalu’) ada sebabnya. Entah ada yang membukakan pintu, atau bahkan mengundang, dan bisa jadi juga orang ketiga nya ini yang emang semangat banget buat ‘bertamu’. Relasinya sama pintu adalah, menurutku, pintu dalam sebuah hubungan itu ya strategi kedua pihak yang berwajib untuk menjaga hubungan mereka. Pintu tiap bangunan bisa jadi beda. Begitu juga strategi dalam hubungan masing-masing. Long Distance Relationship sama hubungan pacar lima langkah dari rumah belum tentu bisa disamakan. Ibarat ngobatin penyakit, semua harus sesuai penyakitnya, kan? Begitu pula dengan strategi dalam mempertahankan dan membentengi sebuah hubungan. Semua kembali pada pihak yang bersangkutan. Dimana keduanya bisa nyaman menjalankan misi pertahanan, ya lanjut. Kalo cuma salah satu aja yang ngejalanin strategi pertahanan, ibarat orang jalan, maka hubungan itu udah pincang.

Nah, masalahnya, kalo sampe ada penyusup bisa masuk, berarti strategi yang mereka punyai mulai bisa dipertanyakan kredibilitasnya. Ketika dua pihak udah memutuskan untuk menjalin sebuah relationship, menurutku, bisa dikatakan bahwa apa yang mereka alami adalah tanggung jawab berdua.
Kondisi lain adalah, mungkin emang penyusupnya yang terlalu ambisius masuk, entah alasan sabotase atau yang lain, yang pasti penyusup itu bisa digagalkan kalo strategi dua pihak utama diperkuat. Kadang nggak ada celah aja penyusup bisa tetep otak atik, apalagi kalau dibikinin jalan, kan? Jadi ya, kalo sampe ada intervensi dalam sebuah hubungan, sampe kemudian salah satu keluar dari koridor pintu utama, bisa dipastikan bahwa nggak mungkin nggak ada alasannya.

Di sini, aku nggak membenarkan kalo seseorang yang tergoda oleh orang ketiga itu sah sah aja, atau jadi orang ketiga yang berhasil merebut salah satu dari dua orang yang berhubungan itu halal. NO. Ya, pelajarannya adalah, sama-sama koreksi aja. Yang jadi orang pertama dan kedua, ya mohon kesadarannya untuk tetap berada pada payung strategi yang sudah dibuat. Memang memilih untuk meninggalkan seseorang itu pasti ada alasannya. Entah kamu udah merasa nggak cocok atau merasa ada yang lebih baik. Tapi itu nggak bisa jadi justifikasi yang valid untuk kemudian mengijinkan orang ketiga mengintervensi hubungan yang sebelumnya.

Begitu juga dengan yang ditinggalkan, mungkin emang perlu koreksi diri, tapi nggak usah berlebihan sampe nyalahin diri sendiri dan susah move on. Jadikan itu pelajaran buat bab relasi selanjutnya. Well, mempertahankan sesuatu yang tidak ingin dipertahankan itu bukan pilihan yang bijak. Kalo kata Demi Lovato sih, let it go. Lagian Tuhan nggak akan mengijinkan kehilangan tanpa sebab. Kalo kamu berkeras dia yang terbaik tapi dia harus pergi, percayalah itu artinya Tuhan sedang menyiapkan yang jauhhh lebih baik lagi J

Yang terakhir, buat orang ketiga… Well, spesies kalian emang ada. Dan aku nggak bermaksud untuk sinis. Apalagi kalian pasti lebih cerdas dalam mencari atau menciptakan alasan intervensi. “Dia sahabatku dari orok, aku nggak rela kalo dia pacaran sama cewek macem D, E, F atau G. Jadi ya… bla bla bla.”
Niat baik kalo eksekusinya pake jalan nggak baik itu sangat disayangkan. Apalagi kalo ujung-ujungnya kamu ngerebut punya orang lain, atau bahkan berniat nikung punya orang lain. Percayalah, kamu bisa melakukan hal yang jauuuh lebih baik dan terpuji dari itu J  



P.s. Tulisan ini dengan penuh kasih sayang dipersembahkan untuk adek kos yang hobi ngebully. Bahkan behind the scene tulisan ini dia bilang "Ngapain nulis tentang orang ketiga, mbak Zi, orang keduanya aja nggak punya" Luv you lah :3


((((salah satu cookie favorit)))) Kita semua juga tau, cookie patah sama yang utuh itu beda :) 





Senin, 16 Juni 2014

KERAN AIR DAN KEBERUNTUNGAN

Mandi memang kegiatan paling inspiratif (buatku). Dari dulu aku percaya kalo kamar mandi itu gudangnya inspirasi. Aku bisa dapet banyak wangsit dan kontemplasi di sana. Singkat cerita, di kosku yang sekarang, aku punya satu kamar mandi langganan dan bisa dibilang favorit sejak pertama aku jadi orang asing di kos ini, karena ukurannya yang luas dan bersih—karena jarang yang make (Wait, btw, aku nggak yakin sama frase “singkat cerita”). Mereka nggak benar-benar ada menurutku :D
Pokoknya aku suka banget mandi di kamar mandi pojokan di lantai 2 ini. Bahkan walopun lagi buru-buru, aku sering konyol nungguin dan (terpaksa) antri kalo memang lagi dipake sama anak kos yang (terpaksa) harus mandi di situ. Tapi hal ini memang nggak sering. Pasalnya, kamar mandi ini jarang yang mau pake. Aku sempet heran karena menurutku dibanding kamar mandi yang lain, ini tetep kamar mandi paling luas dan bersih, tapi juga nggak ambil pusing soal itu karena aku udah cukup sering pusing sama skripsi (Eaaaak).

Mungkin alasan kamar mandi ini jarang dipake adalah pernah munculnya gossip warisan, gossip itu pun berkembang jadi cerita misteri. Walopun aku memang sempet kemakan gossip, tapi ketakutanku cuma bertahan beberapa hari aja. Aku tetap memfavoritkan kamar mandi ini. Emang ya, kalo udah saling percaya itu mau dipisah pake mulut orang ketiga keempat kelima keenam pun, nggak akan mempan dan pada akhirnya balik juga karena cinta selalu tahu kemana ia harus pulang (Ini apabanget sih? Hahaha).
Sayangnya, pagi ini keran kamar mandi mati. Dan penyebabnya adalah kamar mandi utama yang letaknya di belakang, lagi dipake. Pada beberapa kondisi, kalo keran di dua kamar mandi utama dinyalain, kamar mandi favoritku ini bisa mati keran. (Jadi mikir juga, bisa jadi seseorang itu single karena jatahnya ditilap orang lain. Hahahhaa—abaikan!). Nah, karena aku nggak bisa mandi tanpa keran nyala, akhirnya aku berniat untuk antri make kamar mandi utama. Tapi hati tetep aja pengen mandi di kamar mandi favorit sebenernya (Emang kalo nurani nggak pernah bisa bohong ya. Karena pada akhirnya mendustai perasaan sendiri itu akan menyakitkan. Hahaha). Setelah bete karena kelamaan nunggu si pemake kamar mandi utama, aku nekad aja mandi di kamar mandi favorit.

Heran bercampur senang karena beruntung di tengah-tengah mandi, keran yang tadinya nggak keluar air (tapi tetep aku buka), tiba-tiba mencucurkan air. Wah!!
Dari situ aku berpikir kalo untuk memulai sesuatu, aku (manusia) sering banyakan mikir dan kuatir. Padahal semua yang kita butuhkan, hakikinya pasti akan terpenuhi sambil jalan dan di waktu yang tepat. Dan nggak jarang, pemenuhan itu kayak keajaiban yang melengkapi aksi keberanian (atau kenekadan) kita. Faktanya, kita nggak akan pernah tahu kalo kita nggak berinisiatif untuk maju dan gerak dulu. Sering banget dalam setiap mimpi dan niat manusia diawali dengan frase “kalo aku udah bisa…. aku bakal….” atau “kalo aku udah punya….. aku bakal…..”

Padahal siapa yang bisa sangka kalo apa yang kita butuhkan dalam “perjalanan” akan kita peroleh seiring keberanian yang kita punya untuk mulai “berjalan”. Nggak akan ada yang tahu memang, apakah keran air itu bakalan 100% terjamin nyala. Tapi seandainya nggak nyala pun, aku tetep bisa mandi karena perhitungaku airnya bakalan cukup. Nah, ini juga yang bedain aksiku sama kenekadan yang mindless. Nah, something to keep in mind adalah, beranilah mencoba. Be brave! Berani jalan dulu dan apa yang kita butuhkan akan menyusul dengan ajaibnya, seiring aksi nyata dari keberanian kita. Btw, aku juga bersyukur pernah diajarkan tentang iman juga. Dan menurutku, kejadian keran pagi ini juga ngingetin aku tentang keberanian mengambil langkah adalah salah satu bukti iman dengan perbuatan. Karena iman tanpa perbuatan pada dasarnya adalah mati. Dan iman itu sendiri adalah mempercayai sesuatu walopun nggak keliatan. You keep believin even when you see nothing. Wow! Nah, karena keberuntungan juga adalah faktor X yang mempengaruhi outcome dari sebuah peristiwa, dalam hal ini aku juga mau bilang  bahwa fortune favors the brave. Kalo Whitney Houston sama Mariah Carrey bilang sih, There can be miracles when you believe, though hope is frail, it’s hard to kill. Who knows what miracle you can achieve. When you believe somehow you will. You will when you believe.

(Pada akhirnya, dari keran turun ke lagu. Daripada pusing dan mual, mending udahan bacanya. Yang penting tetep ada sesuatu untuk dipelajari lah ya. Hahahaha  J)



Be brave, be faithful, and be lucky!