Senin, 30 November 2015

HOW DOES IT FEEL TO BE AN ALIEN? (2) - FOOD

WE LOVE FOOD!!!

Di sini kita memang bisa bebas makan buah dan sayur karena orang sini suka banget sama salad. Jadi saya akui saya punya pola makan lebih sehat daripada waktu di Indonesia. Sebenarnya juga tergantung sih ya. Dan lagi, semua pasti ada sisi hitam putihnya. Di sini orang suka salad, yang kalau kata orang Indonesia mungkin makanan kambing. Di sini orang nggak terlalu suka bumbu. Mungkin ini salah satu bentuk mereka sangat menjunjung tinggi kemanusiaan dan nilai individu, mereka nggak masak dengan gaya "You eat what it's served". Nggak kayak di Indonesia yang kita selalu harus makan sesuai selera yang masak. Di sini, kita makan dengan takaran bumbu masing-masing. Pada dasarnya mereka masak sesuatu yang plain alias nggak terlalu banyak bumbu macem-macem, mengingat dan menimbang ukuran pedes, manis, dan asin buat orang pasti beda-beda. Jadi masakan yang udah dibikin bisa kita "masak" ulang di piring kita sendiri. Kita kasih bumbu sesuai selera hati masing-masing. Walaupun bagi mereka yang "sangat Indonesia" mungkin nggak setuju dan bilang ini nggak ada nilai kebersamaannya, tapi personally saya lebih suka cara ini. Toh pada akhirnya kita makan di meja yang sama!

Mereka suka banget sama yang namanya dessert. Secara pribadi, saya senang sekaligus sedih. Saya suka banget makan makanan sejenis ini dan sering nggak terima kalo beberapa orang nyebutnya junk! :( Tapi bener juga sih, sedikit lah. Dessert ini merujuk pada hidangan penutup manis, bisa jadi juga es krim. Berhubung es krim adalah salah satu hal favorit dalam hidup, maka saya menikmati budaya dessert ini. Walaupun berakhir dengan naiknya jarum timbangan. Tapi saya berterima kasih juga sama budaya dessert, karena sudah membuat saya termotivasi banyak dan akhirnya jatuh cinta sama baking! I love baking!

Selain suka dessert, mereka suka makanan frozen. Kalo yang ini adalah sisi gelap makanan di sini. Sebagai orang yang datang dari negeri yang sayur aja bisa metik di kebun sendiri, saya sangat menyayangkan hal yang satu ini. Tapi kalo ditelusuri lebih jauh. Ada alasan kenapa mereka pilih makanan frozen. Di sini banyak keluarga besar, mereka makan dengan porsi besar. Kalo beli produk frozen, bisa disimpen lagi dan tentunya lebih hemat. Dilihat dari sisi praktisnya juga lebih praktis, mereka nggak perlu bolak balik belanja ke supermarket cuma karena sayur yang dibeli 2 hari lalu udah busuk di dapur. Cukup disimpen di kulkas. Tapi tetep aja saya nggak suka dan berusaha menghindari produk-produk frozen. Lucunya, ada pengalaman nyimpen strawberry di flat bareng temen-temen. FRESH STRAWBERRY! Menurut saya ini lebih enak dan sehat, tapi berakhir pada konsekuensi saya harus ngabisin sendiri sebelum buah imut itu membusuk. Nggak ada temen yang mau nyentuh. Tapi begitu nyimpen frozen strawberry, banyak yang berbondong-bondong bantuin makan. Nggak kaget sih, cuma ironis. :D

Soal rasa, jangan diadu lah. Sejujurnya, saya lebih suka makan semangka, melon, mangga dan buah-buah tropis lainnya, yang ditanam di Indonesia. Nah, kalo yang ini Indonesia boleh sangat bangga. Buah-buah kita jauh lebih enak dan rasanya nendang. Sementara di sini, orang udah bisa puas makan buah itu tanpa tau seenak apa buah-buah yang kita punya. Mereka udah cukup puas makan semangka, mangga, dan melon yang menurut saya... nggak ada rasanya. No offense. Tapi serius, rasa buah-buah yang kita punya itu ibarat orang, karakternya kuat. Kalo buah di sini rasanya kayak rasa ke mantan yang telah pudar gitu deh :( Hahaha. Penyebabnya adalah karena buah-buah yang nggak tumbuh di iklim dingin, didapat dari impor. Jadi nggak bisa disalahkan juga. Ketika buah impor rasa aslinya mungkin udah berceceran di jalan dan menguap begitu saja. Mereka diimpor dari negara asal waktu buahnya masih muda belia, sebagai antisipasi nggak membusuk dalam perjalanan ke negeri ini. Jadi walaupun udah mateng, tetep rasanya nggak mateng-mateng amat. Tapi anyway saya udah mulai terbiasa sama rasa mereka.

Bicara soal rasa, mungkin cita rasa mereka emang semacam buah-buah itu. Kurang nendang. Tapi saya juga suka bagian dari budaya rasa ini. Kalo mereka suka masak tanpa terlalu banyak bumbu, mereka juga nggak terlalu suka rasa-rasa buatan yang mengurangi kealamian suatu makanan atau minuman. Sejak di sini, saya nggak pernah minum teh pake gula. Bahkan banyak dari mereka suka minum kopi tanpa gula juga. Kalo yang ini saya nggak bisa. Kenapa? Ya, karena memang bukan preferensi aja minum kopi tanpa apa-apa. Terlalu pahit! Saya nggak mau menambah pahitnya hidup dengan kopi tanpa apa-apa! :p Sempet bayangin kalo di Indonesia kita suguhin tamu kopi atau teh tanpa gula, bisa-bisa kita disangka pelit atau amnesia, lupa kasih gula. Saya suka karena selain hemat nggak perlu gula di minuman (Hahaha!), ini juga lebih sehat. Sementara untuk hal masak-memasak, karena mereka nggak suka pedes, ini juga hal yang saya suka disini. Mereka suka makanan yang nggak neko-neko bumbunya kecuali mereka pecinta masakan India yang bumbunya selalu seantero jagad dan aromanya bisa nginep di dapur selama sebulan dan bisa kecium sampe radius ratusan kilometer. (Hiperbola!) Tapi mereka suka banget sama wine, beer, dan minuman beralkohol. Walaupun nggak semuanya, tapi sudah hal yang wajar kalo masak apa-apa ditambahin wine atau beer. Nah, kalo yang ini saya nggak suka, tapi kalo nggak tau ya tetep masuk perut juga. Hahaha!

Selanjutnya tentang durasi memasak. Mereka punya standar ganda yang nggak bisa saya serap, sebagai orang Indonesia. Mereka suka makan daging dengan metode "half done". Mereka suka barbeque, steak, dan olahan daging panggang yang nggak mateng-mateng amat. Berhubung kadang mereka makan daging merah, jadi daging mentahnya masih keliatan banget. Dan cara masak inilah yang buat orang seperti saya bisa langsung kehilangan selera makan. Rasanya kalo liat daging merah setengah atau bahkan sepertiga mateng, langsung ngebayangin mereka mungkin bakal tega ngegigit langsung para sapi yang berkeliaran di peternakan. Ewh! :( Tentu saja preferensi tingkat kematangan makanan yang saya suka ini sempet bikin hidup mereka lebih rumit. Kalo lagi barbeque-an, temen-temen tahu saya maunya dibikinin daging yang mateng banget, yang bikin mereka bilang "Are you going to eat the ashes of that beef?" atau "It's more than a burnt meat!" 

Kesimpulannya, negara kita memerlukan satu pemimpin yang benar-benar berintegritas. Karena semakin banyak justru orang yang menjatuhkan pemimpin yang semacam itu. (Ini apasih?) Hahaha. Anyway, I love the foods here, we love foods and friends! Because food is our friend and friend is our food! (Loh?! Ngaco! Hahaha) Makan adalah salah satu hal menyenangkan yang bisa jadi media kita ngumpul. Jadi mereka suka banget makan-makan. Bahkan di acara memorial service. Bukan berati kita nggak sedih dan justru pesta ketika ada yang meninggal. Tapi itu sebagai cara kita merayakan dan menghormati orang yang meninggal itu. Jadi jangan salah paham sama kebiasaan makan-makan walaupun ada kerabat yang meninggal. Karena mereka berpikir makanan bisa menyatukan mereka yang biasanya jauh dan nggak pernah ketemu. Itu esensi. Di setiap momen, makanan adalah bentuk rasa syukur mereka, media mempersatukan banyak mulut dan otak di satu meja, dan sebagai cara mereka menikmati kebersamaan. :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar