Bersyukur
pagi ini tetiba kebangun buat doa pagi lagi. Walaupun awalnya setengah hati
tapi akhirnya berhasil dibikin melek karena keder disindir sama Firman Tuhan
pagi ini. Beberapa hari terakhir aku emang sengaja nggak sengaja melewatkan doa
pagi. Rasanya dunia ini jungkir balik dan hectic
banget sama yang namanya skripsi. Sebagai kompensasi stress dan
ketidaktenanganku, aku nyoba buat stay
di rumah lebih lama. Pengen ngebandingin enakan mana ngerjain di rumah sama di
kosan. Meskipun beberapa kondisi di rumah lebih mendukung. Asupan gizi dan
nutrisi yang lebih menjamin prospek skripsi yang berkualitas, jaringan modem
yang nggak kayak di goa, dan opsi hiburan yang lebih banyak, merupakan beberapa
yang bisa disebut sebagai keuntungan ngerjain skripsi di rumah. Di sisi lain,
ternyata atmosfernya tetep beda. Mungkin karena efek kalo di kosan nggak banyak
yang bisa dilakuin, giliran di rumah, ada aja yang bisa dilakuin. Ironisnya,
banyak hal yang bisa dilakuin itu justru bikin rasa takutku tersangkal dan
bukan teratasi. Idealnya, stress dan takutku ini bisa diatasi dengan satu-satunya
jalan yaitu cepet nemuin teori, ngerjain bab 1-3, konsul, sempro, konsul, tes
IC3, kompre, dan wisuda. Pasalnya, selama di rumah, aku selalu berusaha
menghindari rasa takut. Yang ikut bokap nyokap mondar-mandir sama urusannya
lah, yang download jurnal tapi nggak dibaca lah, yang justru rempong mikirin
konsep café dan pengen join sama temen bikin café lah, yang ngejelajahin semua
channel TV dan kemudian selama berhari-hari berkutat sama channel musik Pakistan
(yang berakhir pada upaya mendownload beberapa lagu yang catching ears), nonton channel berita India yang jelas-jelas nggak
bisa baca karena tulisannya devnagri-an
semua, nonton Dora sama Sponges Bob pake bahasa India, nonton channel Perancis
sampe mau muntah (karena dengerin pelafalan ngomong mereka. Hahahaa). See? Rasa takut dan kuatir tetep ada. Yaiyalah!
Sampe akhirnya aku kumpulin niat buat lebih serius. Tidur pagi demi mencerna
kalimat-kalimat jurnal yang keras banget bahasa lidah kejunya. Voila! Hasilnya justru sering bangun
kesiangan dan nglewatin doa pagi. Aku ngerasa tetep aja semua ini susah. Aku nggak
paham. Bingung mau teori yang mana (sambil ngutukin dosen yang nolak aku pake
konsep dan nyuruh aku make teori aja tanpa mau kasih rekomendasi referensi apa
kek!).
Nah, pagi
ini bagian alkitab yang udah lama aku tinggalin sampe di Keluaran 16. Ceritanya
tentang manna surgawi. Di sini aku berasa kena tampol dua loh batu Musa. Intinya
berdasarkan perenungan yang masih dangkal banget. Aku ngerasa kondisiku yang
rajin ninggalin doa pagi karena tidur pagi demi kelabakan ngumpulin bahan dan
teori ini nggak jauh beda sama Israel. Di perikop itu diceritain kalo bangsa
Israel selama di padang gurun ini dipelihara Tuhan melalui manna surgawi. Manna
ini sejenis makanan yang (katanya) rasanya kayak kue madu (aku sendiri belum
tau kue madu seperti apa yang dimaksud) dan secara ajaib diturunkan oleh Tuhan
dari langit seperti embun yang membeku. Yang mencuri perhatianku adalah ketika
Musa (nabi yang saat itu memimpin rombongan Israel keluar dari Mesir)
menyampaikan pada bangsa ini, intinya ambillah manna itu secukupnya. Maka yang
mengambil banyak tidak kelebihan dan yang mengambil sedikit juga tidak kekurangan.
Dan Musa bilang supaya jangan ada yang ditinggalkan untuk disimpan manna itu
(sehari harus langsung abis kali ya). Dengan kata lain ya ambillah secukupnya. Tapi
ketika ada yang meninggalkan untuk disimpan, hasilnya adalah manna itu menjadi
busuk dan berulat. Nah, di sini aku nangkep kalo kejadian busuknya manna itu
semacam ulah oknum yang takut banget kekuarangan stok. Padahal waktu itu
dikisahkan kalo setiap hari Tuhan menurunkan dari langit kecuali hari Sabat. Seringkali
manusia emang gitu (termasuk aku), kuatir kekurangan sampai akhirnya melakukan
hal-hal yang berlebihan tapi hasilnya zonk! Menurutku, Tuhan itu memang sudah
mengatur porsi kita. Dia sangat tahu kebutuhan kita. Jadi sebenernya tinggal
ikutin aja kalo nggak mau sia-sia. Sama seperti ketika Tuhan memerintahkan
bangsa Israel untuk mengambil lebih banyak sebelum hari Sabat (karena pada hari
Sabat manna tidak akan diturunkan) dan ketika bangsa itu mengambil lebih banyak
dan disimpan untuk keesokan harinya, manna itu ternyata nggak busuk dan
berulat.
Sama halnya kek Israel, aku jungkir balik sok
sibuk ngejejelin isi jurnal ke otak sampe ngelewatin jam doa. Dan hasilnya pun
aku ngerasa belum nemu apa-apa. Aku pun ngerasa nggak jauh beda sama Israel
yang menurutku bandel, skeptis sama pemeliharaan Tuhan. Bahwa Tuhan sudah
menyediakan sesuai kebutuhan. Harusnya tinggal nurut aja. Toh apa yang kita
lakukan di luar porsi kita, malah berpotensi sia-sia kalo Tuhan nggak berkenan
(sama kek nasib manna yang disisakan dan akhirnya busuk dan berulat). Jadi intinya,
belajarlah mencukupkan diri dan percaya sama pemeliharaan Tuhan. Tuhan sudah
atur bagian kita, tapi bukan berarti aku memprovokasi buat santai-santai nunggu
berkat. Toh di kisah manna surgawi ini bangsa Israel juga nggak lantas
nongkrong-nongkrong nungguin manna nya masuk ke dapur kemahnya sendiri. Tentu
mereka juga beraksi, memungut dan mengumpulkan manna itu. Poin lainnya adalah
dengerin instruksi Tuhan dan percaya aja. Instruksi juga nggak dateng gitu aja.
Kita butuh mendekatkan telinga dan hati buat Tuhan. Nikmati manna secukupnya
dan jangan tanya “Mana? Mana?” terus. Percaya aja, nggak ada kelebihan yang
sia-sia, dan nggak ada kekurangan. Semuanya cukup. :))))
Kalo pengen baca Keluaran 16 nya. Check it out here http://alkitab.sabda.org/bible.php?book=Kel&chapter=16 or http://www.biblegateway.com/passage/?search=Exodus+16 (New International Version)
Don't ever worry, and happy enjoying your manna! :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar