Senin, 30 November 2015

HOW DOES IT FEEL TO BE AN ALIEN? (2) - FOOD

WE LOVE FOOD!!!

Di sini kita memang bisa bebas makan buah dan sayur karena orang sini suka banget sama salad. Jadi saya akui saya punya pola makan lebih sehat daripada waktu di Indonesia. Sebenarnya juga tergantung sih ya. Dan lagi, semua pasti ada sisi hitam putihnya. Di sini orang suka salad, yang kalau kata orang Indonesia mungkin makanan kambing. Di sini orang nggak terlalu suka bumbu. Mungkin ini salah satu bentuk mereka sangat menjunjung tinggi kemanusiaan dan nilai individu, mereka nggak masak dengan gaya "You eat what it's served". Nggak kayak di Indonesia yang kita selalu harus makan sesuai selera yang masak. Di sini, kita makan dengan takaran bumbu masing-masing. Pada dasarnya mereka masak sesuatu yang plain alias nggak terlalu banyak bumbu macem-macem, mengingat dan menimbang ukuran pedes, manis, dan asin buat orang pasti beda-beda. Jadi masakan yang udah dibikin bisa kita "masak" ulang di piring kita sendiri. Kita kasih bumbu sesuai selera hati masing-masing. Walaupun bagi mereka yang "sangat Indonesia" mungkin nggak setuju dan bilang ini nggak ada nilai kebersamaannya, tapi personally saya lebih suka cara ini. Toh pada akhirnya kita makan di meja yang sama!

Mereka suka banget sama yang namanya dessert. Secara pribadi, saya senang sekaligus sedih. Saya suka banget makan makanan sejenis ini dan sering nggak terima kalo beberapa orang nyebutnya junk! :( Tapi bener juga sih, sedikit lah. Dessert ini merujuk pada hidangan penutup manis, bisa jadi juga es krim. Berhubung es krim adalah salah satu hal favorit dalam hidup, maka saya menikmati budaya dessert ini. Walaupun berakhir dengan naiknya jarum timbangan. Tapi saya berterima kasih juga sama budaya dessert, karena sudah membuat saya termotivasi banyak dan akhirnya jatuh cinta sama baking! I love baking!

Selain suka dessert, mereka suka makanan frozen. Kalo yang ini adalah sisi gelap makanan di sini. Sebagai orang yang datang dari negeri yang sayur aja bisa metik di kebun sendiri, saya sangat menyayangkan hal yang satu ini. Tapi kalo ditelusuri lebih jauh. Ada alasan kenapa mereka pilih makanan frozen. Di sini banyak keluarga besar, mereka makan dengan porsi besar. Kalo beli produk frozen, bisa disimpen lagi dan tentunya lebih hemat. Dilihat dari sisi praktisnya juga lebih praktis, mereka nggak perlu bolak balik belanja ke supermarket cuma karena sayur yang dibeli 2 hari lalu udah busuk di dapur. Cukup disimpen di kulkas. Tapi tetep aja saya nggak suka dan berusaha menghindari produk-produk frozen. Lucunya, ada pengalaman nyimpen strawberry di flat bareng temen-temen. FRESH STRAWBERRY! Menurut saya ini lebih enak dan sehat, tapi berakhir pada konsekuensi saya harus ngabisin sendiri sebelum buah imut itu membusuk. Nggak ada temen yang mau nyentuh. Tapi begitu nyimpen frozen strawberry, banyak yang berbondong-bondong bantuin makan. Nggak kaget sih, cuma ironis. :D

Soal rasa, jangan diadu lah. Sejujurnya, saya lebih suka makan semangka, melon, mangga dan buah-buah tropis lainnya, yang ditanam di Indonesia. Nah, kalo yang ini Indonesia boleh sangat bangga. Buah-buah kita jauh lebih enak dan rasanya nendang. Sementara di sini, orang udah bisa puas makan buah itu tanpa tau seenak apa buah-buah yang kita punya. Mereka udah cukup puas makan semangka, mangga, dan melon yang menurut saya... nggak ada rasanya. No offense. Tapi serius, rasa buah-buah yang kita punya itu ibarat orang, karakternya kuat. Kalo buah di sini rasanya kayak rasa ke mantan yang telah pudar gitu deh :( Hahaha. Penyebabnya adalah karena buah-buah yang nggak tumbuh di iklim dingin, didapat dari impor. Jadi nggak bisa disalahkan juga. Ketika buah impor rasa aslinya mungkin udah berceceran di jalan dan menguap begitu saja. Mereka diimpor dari negara asal waktu buahnya masih muda belia, sebagai antisipasi nggak membusuk dalam perjalanan ke negeri ini. Jadi walaupun udah mateng, tetep rasanya nggak mateng-mateng amat. Tapi anyway saya udah mulai terbiasa sama rasa mereka.

Bicara soal rasa, mungkin cita rasa mereka emang semacam buah-buah itu. Kurang nendang. Tapi saya juga suka bagian dari budaya rasa ini. Kalo mereka suka masak tanpa terlalu banyak bumbu, mereka juga nggak terlalu suka rasa-rasa buatan yang mengurangi kealamian suatu makanan atau minuman. Sejak di sini, saya nggak pernah minum teh pake gula. Bahkan banyak dari mereka suka minum kopi tanpa gula juga. Kalo yang ini saya nggak bisa. Kenapa? Ya, karena memang bukan preferensi aja minum kopi tanpa apa-apa. Terlalu pahit! Saya nggak mau menambah pahitnya hidup dengan kopi tanpa apa-apa! :p Sempet bayangin kalo di Indonesia kita suguhin tamu kopi atau teh tanpa gula, bisa-bisa kita disangka pelit atau amnesia, lupa kasih gula. Saya suka karena selain hemat nggak perlu gula di minuman (Hahaha!), ini juga lebih sehat. Sementara untuk hal masak-memasak, karena mereka nggak suka pedes, ini juga hal yang saya suka disini. Mereka suka makanan yang nggak neko-neko bumbunya kecuali mereka pecinta masakan India yang bumbunya selalu seantero jagad dan aromanya bisa nginep di dapur selama sebulan dan bisa kecium sampe radius ratusan kilometer. (Hiperbola!) Tapi mereka suka banget sama wine, beer, dan minuman beralkohol. Walaupun nggak semuanya, tapi sudah hal yang wajar kalo masak apa-apa ditambahin wine atau beer. Nah, kalo yang ini saya nggak suka, tapi kalo nggak tau ya tetep masuk perut juga. Hahaha!

Selanjutnya tentang durasi memasak. Mereka punya standar ganda yang nggak bisa saya serap, sebagai orang Indonesia. Mereka suka makan daging dengan metode "half done". Mereka suka barbeque, steak, dan olahan daging panggang yang nggak mateng-mateng amat. Berhubung kadang mereka makan daging merah, jadi daging mentahnya masih keliatan banget. Dan cara masak inilah yang buat orang seperti saya bisa langsung kehilangan selera makan. Rasanya kalo liat daging merah setengah atau bahkan sepertiga mateng, langsung ngebayangin mereka mungkin bakal tega ngegigit langsung para sapi yang berkeliaran di peternakan. Ewh! :( Tentu saja preferensi tingkat kematangan makanan yang saya suka ini sempet bikin hidup mereka lebih rumit. Kalo lagi barbeque-an, temen-temen tahu saya maunya dibikinin daging yang mateng banget, yang bikin mereka bilang "Are you going to eat the ashes of that beef?" atau "It's more than a burnt meat!" 

Kesimpulannya, negara kita memerlukan satu pemimpin yang benar-benar berintegritas. Karena semakin banyak justru orang yang menjatuhkan pemimpin yang semacam itu. (Ini apasih?) Hahaha. Anyway, I love the foods here, we love foods and friends! Because food is our friend and friend is our food! (Loh?! Ngaco! Hahaha) Makan adalah salah satu hal menyenangkan yang bisa jadi media kita ngumpul. Jadi mereka suka banget makan-makan. Bahkan di acara memorial service. Bukan berati kita nggak sedih dan justru pesta ketika ada yang meninggal. Tapi itu sebagai cara kita merayakan dan menghormati orang yang meninggal itu. Jadi jangan salah paham sama kebiasaan makan-makan walaupun ada kerabat yang meninggal. Karena mereka berpikir makanan bisa menyatukan mereka yang biasanya jauh dan nggak pernah ketemu. Itu esensi. Di setiap momen, makanan adalah bentuk rasa syukur mereka, media mempersatukan banyak mulut dan otak di satu meja, dan sebagai cara mereka menikmati kebersamaan. :)



Rabu, 18 November 2015

HOW DOES IT FEEL TO BE AN ALIEN? (1)

Datang dan belajar di negeri orang memang salah satu hal yang nikmat untuk dimiliki dalam hidup. Bisa bayangin gimana rasanya jadi sebatang korek di habitat yang baru? Serem? Iya. But it's way way more fun than you think and you deserve! :p Serius. Banyak hal yang bisa kita pelajari di lingkungan baru. Apalagi awal-awal dateng, pasti semangat-semangatnya menyerap segala sesuatu yang baru. Sampe kadang nggak punya filter, maunya semua-semua diserap.

Saya adalah salah satu gadis desa yang beruntung dan diberkati. Dari kota kecil namanya Brajacaka saya mulai menghirup nafas dunia fana, sempat menikmati indahnya alam pulau Sumatra sapai kemudian dibawa ke neraka yang menjelma sebagai satu pulau super sibuk dan padet di Indonesia barat. Namanya pulau Jawa. Seandainya waktu umur 5 tahun udah punya sense yang bagus tentang pulau-pulau di Indonesia, mungkin saya udah protes nggak mau dibawa keluar pindah ke pulau Jawa. Meskipun masih bolak balik ke Lampung, overall saya besar di pulau Jawa. Kota kecil itu namanya Tayu. Saya menapak hidup di sana sampai Sekolah Menengah Pertama. Setelah beberapa tahun mengecap kehidupan di kota kecil itu, saya dikirim sekolah selanjutnya ke kota kabupaten. Nggak besar-besar amat sih, cuma lebih besar dari Tayu. Mulailah saya hidup jauh dari orang tua. Saya bahagia dan cepet adaptasi walaupun sering sakit dan sekarat juga. Tapi dari pengalaman jauh dari orang tua untuk pertama kalinya itu saya sadar akan panggilan hidup saya. Saya mungkin tertakdir hidup jauh kelak. Waktu itu saya belum tahu rancangan Tuhan selanjutnya. Sampai akhirnya semakin yakinlah saya pada anggapan bahwa saya akan semakin jauh dan jauh. Saya diterima kuliah di Kota Malang. Kota indah yang sejuk walaupun sekarang udah mulai rese, panas, dan padet. Kota inilah yang menempa saya menjadi lebih dewasa dan semakin memahami hakiki menjadi gadis mandiri karena jauh dari orang tua. Di kota itu juga saya mulai merasakan peluang untuk pergi lebih jauh. Mulai dari sering ke ibukota Indonesia karena berbagai urusan. Dan akhirnya di sinilah saya, benua yang ditemuin Amerigo Vespucci! Siapa sangka, ya? :')

Sekarang saya sedang menikmati hidup di negeri pelopor olahraga Hockey. Negeri indah yang ngefans banget sama kata "Eh!" Rasanya bersyukur banget punya kesempatan belajar di sini. Suka dukanya hampir didominasi sama sukanya. Sejujurnya dukanya cuma karena kangen tempe sama keluarga, kangen kelapa muda yang langsung metik dari pohon, dan buah-buah yang rasanya enak. Sejujurnya juga, dari segi makanan, saya cuma kangen beberapa makanan Indonesia aja. Nggak sampe yang sakit karena nggak doyan makan atau perubahan jenis makanan yang drastis. Saya bersyukur saya bukan orang yang ngefans sama nasi, yang ngerasa depresi ketika nggak makan nasi, atau yang ngerasa hidupnya nggak berarti ketika nggak makan Indomie. Bukannya sok sih, tapi ya namanya juga orang kan preferensinya beda-beda. Jadi no offense ya. Saya cuma gila karena nggak nemu tempe.... yang seenak di Indonesia. FYI, tempe di sini mahal dan soal rasa, jangan ditanya... jauuuuhhhhh lebih nggak enak dari di Indonesia :'(

Selanjutnya akan dibagikan beberapa cerita lebih detail mengenai banyak hal selama menjadi alien di sini! Stay tune! :p




Kamis, 12 November 2015

HELLO... from the other side!

Voila!!! Akhirnya nulis di sini lagi. Karena cinta akan selalu pulang. Mau pergi sejauh apapun ke ujung dunia yang fana ini, ujungnya ngerasa butuh banget pulang ke sini. Entah kenapa... Mungkin karena yang namanya move on memang nggak pernah mudah! (#Curcol// #HighlightedLifequotes// #PengalamanPribadi// #KisahNyata// #MoveOn// #Berisik// #KebanyakanHashtag// #Annoying// #KZL// #IniMauNegblogApaMauHashtagExhibition// #IyaGituDeh// #AlayDikitGapapaDong// #TrusKenapaMasihDiterusin// TERUS KENAPA MASIH DITERUSIN?...
Karena masih sayang. Iya, itu kenapa masih diterusin. Sebentar? Ini dimana sih? Yaaayyyy!! Ini sekarang di belahan dunia lain!! Hello from the other side kalo kata Adelle. Oke, main tebak2an dulu yuk? Balikan, balikan apa yang ga pernah ngebosenin? Jawabannya, balikan nyampah lagi sama mantan... blog. Ya nggak mantan sih, namanya juga udah balikan. Hehe. Oke semakin nggak keruan kayaknya ya. Anggep aja yang nulis ini masih jetlag setelah terkatung-katung di bangku pesawat selama hampir 24 jam (jam bumi). Well, I've been here for almost 3 months. Dan sejujurnya entah kenapa belum kangen-kangen banget sama Indonesia. Tapi kangen sama beberapa orang dan makanan aja. Overall, kehidupan di sini membuat saya merasa lebih hidup, meskipun kadang sekarat juga. Sekarat karena kangen, sekarat pengen makan tempe, sekarat karena udara dinginnya ugal-ugalan. Jadi berikut kronologi secuil sejarah hidup yang terukir tahun ini.

Sebelum 17 Agustus 2015:
Sering nangis. Kadang karena sakit. Kadang juga karena berantem sama kesayangan. Ada kalanya nangis karena nyesek mau pergi jauh. Kadang juga nangis aja buat terapi ngebersihin mata dan hidung.

17 Agustus 2015:
Nangis di bandara. Bukan karena laper, tapi karena mau pisah sama orang-orang kesayangan sampai waktu mempertemukan kembali. I left to chase my dreams!

17 Agustus 2015 kalender Indonesia tapi udah pake waktu Jerman:
Nangis karena kesasar di Frankfurt Airport. Akibat dapet panggilan khusus di bagian Imigrasi yang nyinyirin soal tujuan terbang ke Kanada tapi mampir ke AS dulu dan belum punya tiket terbang ke Kanada. Ya suka-suka saya kali, Tante. Ya tapi wajar sih, mereka hanya ingin memastikan saya tidak menggembel di AS dan beneran bisa terbang ke Kanada sesuai rencana.

18 Agustus 2015 kalender Indonesia / 17 Agustus 2015 kalender Amerika Serikat:
Nangis. Terharu sampe di Negeri Paman Sam dengan selamat dan tanpa kurang suatu apapun, termasuk rindu yang nggak berkurang juga - malah makin besar karena sadar udah jauh sama orang-orang kesayangan. Jauh banget. Kalo pengen pulang nggak bisa seenaknya pulang. Mahal, dek!

17 Agustus 2015 - 27 Agustus 2015 kalender AS:
Nangis kalo lagi kangen. Maklum masih newbie jadi pendatang di daratan yang ribuan mil jauhnya dari rumah. Ketawa dan happy kalo lagi makan dan jalan-jalan atau sekedar ngumpul bareng temen dan kenalan baru.

27 Agustus 2015:
Nangis karena liburannya udah selesai dan musti angkat kaki untuk terbang ke tempat baru yang masih menjadi misteri. Padahal kan udah kenal dan dapet temen :( (Lesson: kehidupan selalu mengajarkan untuk bergerak. Itulah kenapa kita selalu pergi untuk beradaptasi dan pada akhirnya harus pergi lagi ketika sudah nyaman beradaptasi. That's life,buddy!)

28 Agustus 2015:
Pagi pertama di Kanada. Pengen nangis sebenernya karena belum dapet jaringan WIFI buat kontak dan ngabarin yang di Indonesia. Tapi Puji Tuhan akhirnya settle di tempat tinggal yang nyaman (tapi tetep aja berencana pindah akhir-akhir ini. HAHAHA).

28 Agustus 2015 - tulisan ini ditulis:
Ya nangis, ya ketawa, ya nyesek, ya galau, ya gila, ya ayan, ya sedih, ya banyak lah pokoknya. Namanya juga manusia dan idup. Tapi kenapa di kronologi di atas kebanyakan nangis? Bukan cuma karena yang nulis ini emang cengeng, tapi sebenernya buat memudahkan anak cucu untuk mengingat sejarah ini kelak. Simple kan kejadiannya, kebanyakan nangis doang. :|

Sejauh ini masih berusaha beradaptasi sama semua hal baru. Banyak belajar hal baru. Dan tenang, ini cuma prakata sebelum nanti akan disharingkan (ini bahasa apaan sih?) untuk berbagai pengalaman dengan lebih mendetail dan digali setajam mulut haters dan sedalam freeport! Pokoknya banyak hal random yang sepertinya memang penting untuk dibagikan. Sekalian menunjukkan tanda-tanda kehidupan di sini. I'M ALIVE, FOLKS!!
Dear, my beloved superdad, mom, sissy, enemy, besties... Hello and i miss you all from this other side of your world! :)




Rabu, 25 Juni 2014

(ORANG PERTAMA+ORANG KEDUA) : ORANG KETIGA = #? (ERROR 404 NOT FOUND)

“Jangan menyalahkan orang ketiga dalam sebuah hubungan. Karena ‘tamu’ nggak akan masuk kalo ‘tuan rumah’ tidak membukakan pintu.”

Kira-kira gitu deh buah pemikiran seorang temen dalam sebuah jejaring sosialnya. Dan yang kemudian menggelitik otak adalah… ya emang. Hahaha. Ada juga temen lain yang kemudian komen
“Kalo tamunya yang maksa masuk ngedobrak pintu, gimana?”
Pertanyaan bagus. Tapi menurutku tetep ada penyebabnya lah ya. Kalo sampe pintu bisa didobrak, itu artinya kualitas pintu seharusnya ditingkatkan. Bisa sih kalo mau didebat lagi, seandainya…
“tapi kalo tamunya bawa tank atau bumble bee buat ngedobrak gimana?”
trus bakal dijawab lagi…
“Ya si tuan rumah minta bantuin Man of Steel buat bikin formula pintu yang kuat dong.”
“……” (Silakan dilanjutkan sendiri, kalo mau. Hehehe)

Nah, di sini kita nggak akan bahas tentang kualitas pintu macam apa yang bakal diciptakan Man of Steel, atau tank kuat yang diekspor negara mana yang bisa ngedobrak apa aja (Bahkan ngedobrak hati yang sudah lama digembok. Eaaak) Helas, sejujurnya aku belum punya pengalaman kerja di toko bangunan atau weapon factory. Jadi marilah kita bahas soal orang ketiganya aja. Kalo yang ini banyak yang udah punya pengalaman, kayaknya. Ini kasus yang semakin menjamur dimana-mana, sehingga perhatian para orang pertama dan kedua seharusnya disinergikan dengan isu yang semakin berkembang. (Ini apalagi, sih? Tuluuung!)

Jadi intinya gini kali ya, sebuah hubungan yang diintervensi orang ketiga itu biasanya (kalo nggak mau dikatakan ‘selalu’) ada sebabnya. Entah ada yang membukakan pintu, atau bahkan mengundang, dan bisa jadi juga orang ketiga nya ini yang emang semangat banget buat ‘bertamu’. Relasinya sama pintu adalah, menurutku, pintu dalam sebuah hubungan itu ya strategi kedua pihak yang berwajib untuk menjaga hubungan mereka. Pintu tiap bangunan bisa jadi beda. Begitu juga strategi dalam hubungan masing-masing. Long Distance Relationship sama hubungan pacar lima langkah dari rumah belum tentu bisa disamakan. Ibarat ngobatin penyakit, semua harus sesuai penyakitnya, kan? Begitu pula dengan strategi dalam mempertahankan dan membentengi sebuah hubungan. Semua kembali pada pihak yang bersangkutan. Dimana keduanya bisa nyaman menjalankan misi pertahanan, ya lanjut. Kalo cuma salah satu aja yang ngejalanin strategi pertahanan, ibarat orang jalan, maka hubungan itu udah pincang.

Nah, masalahnya, kalo sampe ada penyusup bisa masuk, berarti strategi yang mereka punyai mulai bisa dipertanyakan kredibilitasnya. Ketika dua pihak udah memutuskan untuk menjalin sebuah relationship, menurutku, bisa dikatakan bahwa apa yang mereka alami adalah tanggung jawab berdua.
Kondisi lain adalah, mungkin emang penyusupnya yang terlalu ambisius masuk, entah alasan sabotase atau yang lain, yang pasti penyusup itu bisa digagalkan kalo strategi dua pihak utama diperkuat. Kadang nggak ada celah aja penyusup bisa tetep otak atik, apalagi kalau dibikinin jalan, kan? Jadi ya, kalo sampe ada intervensi dalam sebuah hubungan, sampe kemudian salah satu keluar dari koridor pintu utama, bisa dipastikan bahwa nggak mungkin nggak ada alasannya.

Di sini, aku nggak membenarkan kalo seseorang yang tergoda oleh orang ketiga itu sah sah aja, atau jadi orang ketiga yang berhasil merebut salah satu dari dua orang yang berhubungan itu halal. NO. Ya, pelajarannya adalah, sama-sama koreksi aja. Yang jadi orang pertama dan kedua, ya mohon kesadarannya untuk tetap berada pada payung strategi yang sudah dibuat. Memang memilih untuk meninggalkan seseorang itu pasti ada alasannya. Entah kamu udah merasa nggak cocok atau merasa ada yang lebih baik. Tapi itu nggak bisa jadi justifikasi yang valid untuk kemudian mengijinkan orang ketiga mengintervensi hubungan yang sebelumnya.

Begitu juga dengan yang ditinggalkan, mungkin emang perlu koreksi diri, tapi nggak usah berlebihan sampe nyalahin diri sendiri dan susah move on. Jadikan itu pelajaran buat bab relasi selanjutnya. Well, mempertahankan sesuatu yang tidak ingin dipertahankan itu bukan pilihan yang bijak. Kalo kata Demi Lovato sih, let it go. Lagian Tuhan nggak akan mengijinkan kehilangan tanpa sebab. Kalo kamu berkeras dia yang terbaik tapi dia harus pergi, percayalah itu artinya Tuhan sedang menyiapkan yang jauhhh lebih baik lagi J

Yang terakhir, buat orang ketiga… Well, spesies kalian emang ada. Dan aku nggak bermaksud untuk sinis. Apalagi kalian pasti lebih cerdas dalam mencari atau menciptakan alasan intervensi. “Dia sahabatku dari orok, aku nggak rela kalo dia pacaran sama cewek macem D, E, F atau G. Jadi ya… bla bla bla.”
Niat baik kalo eksekusinya pake jalan nggak baik itu sangat disayangkan. Apalagi kalo ujung-ujungnya kamu ngerebut punya orang lain, atau bahkan berniat nikung punya orang lain. Percayalah, kamu bisa melakukan hal yang jauuuh lebih baik dan terpuji dari itu J  



P.s. Tulisan ini dengan penuh kasih sayang dipersembahkan untuk adek kos yang hobi ngebully. Bahkan behind the scene tulisan ini dia bilang "Ngapain nulis tentang orang ketiga, mbak Zi, orang keduanya aja nggak punya" Luv you lah :3


((((salah satu cookie favorit)))) Kita semua juga tau, cookie patah sama yang utuh itu beda :) 





Senin, 16 Juni 2014

KERAN AIR DAN KEBERUNTUNGAN

Mandi memang kegiatan paling inspiratif (buatku). Dari dulu aku percaya kalo kamar mandi itu gudangnya inspirasi. Aku bisa dapet banyak wangsit dan kontemplasi di sana. Singkat cerita, di kosku yang sekarang, aku punya satu kamar mandi langganan dan bisa dibilang favorit sejak pertama aku jadi orang asing di kos ini, karena ukurannya yang luas dan bersih—karena jarang yang make (Wait, btw, aku nggak yakin sama frase “singkat cerita”). Mereka nggak benar-benar ada menurutku :D
Pokoknya aku suka banget mandi di kamar mandi pojokan di lantai 2 ini. Bahkan walopun lagi buru-buru, aku sering konyol nungguin dan (terpaksa) antri kalo memang lagi dipake sama anak kos yang (terpaksa) harus mandi di situ. Tapi hal ini memang nggak sering. Pasalnya, kamar mandi ini jarang yang mau pake. Aku sempet heran karena menurutku dibanding kamar mandi yang lain, ini tetep kamar mandi paling luas dan bersih, tapi juga nggak ambil pusing soal itu karena aku udah cukup sering pusing sama skripsi (Eaaaak).

Mungkin alasan kamar mandi ini jarang dipake adalah pernah munculnya gossip warisan, gossip itu pun berkembang jadi cerita misteri. Walopun aku memang sempet kemakan gossip, tapi ketakutanku cuma bertahan beberapa hari aja. Aku tetap memfavoritkan kamar mandi ini. Emang ya, kalo udah saling percaya itu mau dipisah pake mulut orang ketiga keempat kelima keenam pun, nggak akan mempan dan pada akhirnya balik juga karena cinta selalu tahu kemana ia harus pulang (Ini apabanget sih? Hahaha).
Sayangnya, pagi ini keran kamar mandi mati. Dan penyebabnya adalah kamar mandi utama yang letaknya di belakang, lagi dipake. Pada beberapa kondisi, kalo keran di dua kamar mandi utama dinyalain, kamar mandi favoritku ini bisa mati keran. (Jadi mikir juga, bisa jadi seseorang itu single karena jatahnya ditilap orang lain. Hahahhaa—abaikan!). Nah, karena aku nggak bisa mandi tanpa keran nyala, akhirnya aku berniat untuk antri make kamar mandi utama. Tapi hati tetep aja pengen mandi di kamar mandi favorit sebenernya (Emang kalo nurani nggak pernah bisa bohong ya. Karena pada akhirnya mendustai perasaan sendiri itu akan menyakitkan. Hahaha). Setelah bete karena kelamaan nunggu si pemake kamar mandi utama, aku nekad aja mandi di kamar mandi favorit.

Heran bercampur senang karena beruntung di tengah-tengah mandi, keran yang tadinya nggak keluar air (tapi tetep aku buka), tiba-tiba mencucurkan air. Wah!!
Dari situ aku berpikir kalo untuk memulai sesuatu, aku (manusia) sering banyakan mikir dan kuatir. Padahal semua yang kita butuhkan, hakikinya pasti akan terpenuhi sambil jalan dan di waktu yang tepat. Dan nggak jarang, pemenuhan itu kayak keajaiban yang melengkapi aksi keberanian (atau kenekadan) kita. Faktanya, kita nggak akan pernah tahu kalo kita nggak berinisiatif untuk maju dan gerak dulu. Sering banget dalam setiap mimpi dan niat manusia diawali dengan frase “kalo aku udah bisa…. aku bakal….” atau “kalo aku udah punya….. aku bakal…..”

Padahal siapa yang bisa sangka kalo apa yang kita butuhkan dalam “perjalanan” akan kita peroleh seiring keberanian yang kita punya untuk mulai “berjalan”. Nggak akan ada yang tahu memang, apakah keran air itu bakalan 100% terjamin nyala. Tapi seandainya nggak nyala pun, aku tetep bisa mandi karena perhitungaku airnya bakalan cukup. Nah, ini juga yang bedain aksiku sama kenekadan yang mindless. Nah, something to keep in mind adalah, beranilah mencoba. Be brave! Berani jalan dulu dan apa yang kita butuhkan akan menyusul dengan ajaibnya, seiring aksi nyata dari keberanian kita. Btw, aku juga bersyukur pernah diajarkan tentang iman juga. Dan menurutku, kejadian keran pagi ini juga ngingetin aku tentang keberanian mengambil langkah adalah salah satu bukti iman dengan perbuatan. Karena iman tanpa perbuatan pada dasarnya adalah mati. Dan iman itu sendiri adalah mempercayai sesuatu walopun nggak keliatan. You keep believin even when you see nothing. Wow! Nah, karena keberuntungan juga adalah faktor X yang mempengaruhi outcome dari sebuah peristiwa, dalam hal ini aku juga mau bilang  bahwa fortune favors the brave. Kalo Whitney Houston sama Mariah Carrey bilang sih, There can be miracles when you believe, though hope is frail, it’s hard to kill. Who knows what miracle you can achieve. When you believe somehow you will. You will when you believe.

(Pada akhirnya, dari keran turun ke lagu. Daripada pusing dan mual, mending udahan bacanya. Yang penting tetep ada sesuatu untuk dipelajari lah ya. Hahahaha  J)



Be brave, be faithful, and be lucky!


Selasa, 28 Januari 2014

M I K A - "Love is Faith"

Aku bukan movie holic. Nggak usah sampe movie holic deh, bahkan dari dulu aku ngerasa kalo aku punya selera nonton film yang jelek. Bahkan mungkin nggak ada sense nya sama sekali. Aku berasa nggak segaul temen-temen yang selalu update film, yang selalu semangat tiap ada film baru yang baru rilis, yang hafal jadwal premiere, dan rajin nyambangin bioskop. Sebagai cewek bahkan aku nggak pernah nganggep jalan ke bioskop itu romantis. Apa yang disebut romantis sama nonton bareng orang sebanyak itu, dan jelas konsentrasi ke film, bukan ke sama siapa kita jalan. Seumur hidup yang sampe detik ini, percaya atau nggak aku cuma pernah nonton di bioskop sebanyak nggak lebih dari jumlah jari tangan manusia. Itu pun karena diajak temen, killing the time, dan sisanya desperate nggak tahu musti ngapain. Jangan tanya soal pengetahuan trilogi film A, atau hexalogi film Z, karena jelas aku nggak bakal bisa tahu.
Aku sendiri kurang paham sama selera film yang aku suka. Aku nggak pernah excited buat nonton film manapun. Tapi jangan heran kalo sekalinya aku suka sama film, aku bakal nonton film itu sampe bisa ngehafal dialog dalam film. Sejauh ini aku punya film yang selalu aku puter berulang-ulang, yaitu Letters to Juliet dan When in Rome. Keduanya aku ambil pas lagi main di warnet, iseng sama temen yang movie holic. Dan dua film itu pun aku pilih karena judul dan sebut saja feeling (sok peka). Aku ngerasa ada chemistry sama judulnya dari pertama baca. Dan bener, berawal dari feeling ajaib, aku suka banget setting tempat di kedua film itu. Sama-sama Italy sih. Haha yaelah :D
Nah, aku juga punya temen yang saking gilanya sama film, dia berusaha menularkan pahamnya itu ke aku. Dia update dan selalu aja punya cara buat ngedapet soft file film yang (bahkan) lima hari lalu baru aja keluar di bioskop. Dia juga punya sense yang baik buat paham sama jalan cerita zombie-zombie an dan kehidupan robot di planet lain. Dia punya networking yang luas sama nama pemain-pemain film yang kece. Ohya, aku ngejudge kece bukan karena beneran suka atau udah nonton. Tapi karena keknya heboh banget trailernya dan posternya bagus atau diomongin banyak temen-temen lain. Entahlah… mungkin Tuhan tidak menciptakan aku dengan ketertarikan yang semacam itu. Tapi bukannya sombong, aku seringkali bisa nebak jalan cerita film yang aku tonton. Sampe si temen ini pasti kesel dan bilang “Sumpah Mbak Zi belum nonton? Kok tahu?” atau “Wes, Mbak Zi. Wes. Sampeyan nulis cerita aja sana lho daripada nonton yang udah tahu.” Hahahha

Beruntung aku bertemen sama dia yang berguna di saat-saat aku nggak punya ide kegiatan atau pas lagi kelewat nganggur. Gunanya adalah, dia selalu berbaik hati merekomendasikan film dan dengan semangat dicopyin ke laptop. Padahal nggak jarang juga film-film itu membeku kedinginan gegara nggak pernah dijamah. Dan male mini rasanya aneh banget. Aku lagi bosen sama kegiatan yang itu-itu aja. Maka aku putuskan buat nyambangin folder Movies dan berencana nonton Letters to Juliet atau When in Rome. Di tengah jalan mendadak rencana berubah ketika aku ngeliat ada beberapa judul file film yang mendadak bikin pengen nonton gegara judulnya. “Mika”. Aku pikir “Keknya bagus nih. Jangan-jangan ceritanya soal malaikat (Mikael).” Hahaha. Dan aku agak zonk pas liat file covernya. Ternyata itu film Indonesia. Nggak perlu dibayangin betapa aku pengen ngomelin temenku yang lagi pulang kampung buat liburan dan bilang “What theeeeee…. Kamu ngasih aku film Indonesia????” Oke, selain berasa nggak punya nasionalisme (dalam hal film), tapi jujur aja, aku ngerasa banyak film Indo yang.. ya mungkin aku yang kurang nangkep atau gimana, yang jelas moral valuenya (mungkin) kececeran dimana-mana dan susah dicarinya. Tapi meskipun aku merutuk dalem ati, aku tetep iseng aja mulai ngebuka itu file film. Lagian diliat-liat file poster filmnya simpel dan nggak alay sih. Tapi awalnya nonton asal-asalan, sambil makan, chatting, dll, dll. Tapi begitu agak ke tengah, aku mulai tertarik dan justru ngulang percakapan di beberapa scene. Film yang judulnya Mika ini ternyata nggak se-freak yang aku pikir. Dan yang lebih hell adalah film ini berhasil bikin aku hujan yang cukup serius. Dan sampe filmnya udah kelar hujannya semakin menjadi. Aku bener-bener sotoy ngelanjutin feelingnya si tokoh cewek yang ada di film itu. Nggak ngebayangin gimana rasanya ditinggal sama orang yang udah berjasa dan baik gitu. Just like ‘REALLY?’ What the hell I was doin? Hahaha. Serius aku nangis. Dan aku akuin kalo film ini adalah film Indonesia yang dibikin dengan jalan cerita yang simpel tapi nggak norak (Kayak biasanya). Malah aku ngerasa film ini berguna karena nambah pengetahuan buat yang nonton. Dan harusnya spesies film semacem ini diperbanyak. Bukan melulu film cinta-cintaan yang rebutan pacar, geng-geng an tapi nol pengetahuan. Film Mika ini nyeritain kehidupan penderita Aids dan Scoliosis yang saling cinta tapi literally sad ending. Unsur cinta-cintaannya nggak over. Tapi tetep so touchin! Worth it lah pokoknya. Recommended enough. Hehehe. Yang pasti film ini sederhana tapi “bercerita”. Makasih deh buat yang nyempilin film ini di antara folder-folder film tak terjamah lainnya. Aku juga jadi belajar jangan terlalu suudzon sama sesuatu sebagai hasil dari generalisasi J Ohya, aku juga suka jargon tentang cinta yang ada di film Mika. Kebetulan sore sebelum aku nonton, aku sempet iseng nulis soal LDR dan nyinggung “faith” dalam LDR itu sendiri. Malemnya, aku ditunjukkin sama film ini kalo emang “Love is faith”. Surprising cool, huh? J


Nih, posternya. Selamat meramban dan menonton :D

Dear, LongDistanceRelationship's!

Dear, Pejuang LDR

Taraaaaa…
Udah berapa kali aku nulis soal LDR ya di tempat ini? :D
Whatev lah ya. Yang pasti aku ngerasa kalo aku udah pernah nulis bahkan sebelum LDR diangkat jadi trending topic di Gramedia, sampe detik ini—meskipun  beberapa buku bertemakan LDR masih dipajang tapi nggak sehappening dulu. Hehe
Hmmm, entah karena nasib atau apa. LDR itu bisa dikatakan sebagai penyakit bawaan mungkin. Semacam kecenderungan yang kalo sekalinya udah pernah kena LDR, maka kecenderungan selanjutnya juga LDR lagi (Teorisasi ngawurisme) Nah, kenapa tiba-tiba saya mengangkat kembali isu ini? Urgensinya adalah karena tiba-tiba ngerasa bahwa para pejuang LDR itu merupakan kaum-kaum kece dan patut disupport. (Nomor rekeningku bisa ditanyain lewat Twitter ya :D *winking*)
Berawal dari chatting nggak dinyana pada suatu malam. Ketika itu hujan turun rintik-rintik… *oke, skipped
Singkat cerita aku baru aja re-install Skype. Buat yang belum kenal siapa itu Skype, silakan cek di dompet masing2 :D Sebelumnya emang udah pernah sih bergaul akrab sama Skype. Tapi seiring berjalannya waktu. Skype pun terbengkalai karena… ah, sudahlah hahhaa (Please be patient for what random I am! :*)
Di Skype ini tiba-tiba ada juga yang nge-add. Aku pikir awalnya temen. Tapi karena ngerasa samar, langsung aja nanya. Setelah ngobrol kesana kemari, tenyata memang kita belum pernah kenal sebelumnya. Sebenernya ini bagian yang asik dari dunia maya ya, kita bisa ngobrol sama orang yang nggak kita kenal dan kalo aku sih seringnya justru ngerasa bebas nyeritain ini itu :D
Di sela-sela obrolan kita, tiba-tiba dia nyeletuk “Eh btw, kamu make Skype kenapa? LDRan yak?”
Hahaha. Jelas aja berasa ketusuk bazooka. Setelah ngejawab “Nggak.” ternyata si mas-mas ini malah nyerocosin soal anehnya orang yang suka LDR. Intinya dia skeptis banget sama daya juang yang ada pada peserta LDR. Dia beranggapan bahwa LDR itu pasti susah dijalanin, susah suksesnya, dan justru bisa bikin dosa selingkuh makin merebak di muka bumi. No offense sih. Bisa dibilang iya emang. Dan debat kita makin seru ketika aku bilang “LDR itu lebih banyak seninya daripada pacaran biasa.”, kemudian masih dengan pesimisme-nya dia ngejawab, “Hahaha, tapi yang namanya pacaran dan LDR mah tetep, sama aja bohong. Kayak nggak punya pacar.”
Well, biar aku luruskan dan biar pejuang LDR yang baca tetep semangat ya. LDR susah dijalaninnya, emang sih, itu nggak salah. Kalo ada yang bilang LDR susah suksesnya, yaa… bisa jadi, tapi bukan berarti nggak mungkin, kan? J Nah, aku sendiri kemudian sedikit mikir. Kenapa kok orang mau LDR padahal jelas-jelas itu nggak gampang. Sering banget sama lingkungan sekitar, pejuang LDR ini dianggap sebagai kaum Utopis, tanpa diperhitungkan betapa hebatnya perjuangan mereka. Tetep setia, nahan kangen, lebih dewasa, lebih ngerti, dalam segala situasi di antara bentangan jarak dan waktu. Berdasarkan studi lapangan, aku berani berpendapat kalo orang yang kebiasa LDR itu (kebanyakan) kadar setia dan dewasanya pasti lebih besar. (Batasan kajian subjek adalah mereka yang serius LDR ya, bukan yang LDR karena pengen punya usaha sampingan dari pacar aslinya atau sekedar main-main, atau yang lagi pengen ngedrama aja karena LDR cukup ngetrend saat ini).
Seninya ya di situ. Apalagi kalo LDR yang sampe beda benua dan terpaut 6 jam (Uhukk, tiba-tiba berasa nelen batako satu ton). Nggak semua orang bisa paham sama perjuangan para pejuang LDR. Nah, di sini aku sekedar nyaranin buat para peserta LDR, tetaplah semangat menjadi kaum yang strong dan kece! Buat yang punya temen atau sahabat yang lagi LDR, mengertilah mereka dengan baik. Mungkin karena saking sayangnya ke temen atau sahabatmu, kamu sendiri yang nggak tahan ngeliat dia berjuang dalam jarak. Tapi ingatlah bahwa rasa sayang ke temen atau sahabatmu itu nggak perlu kamu tunjukkin dengan kalimat, “Emang kamu nggak capek kah LDR gitu? Kenapa sih nggak nyari yang deket-deket aja?”, karena apa? Tanpa kamu tanya dengan kalimat tersebut, make sense kalo mereka ngerasa capek, seenggaknya pernah lah pasti ngerasain itu. Karena bertahan dalam jarak itu emang nggak gampang :”)
Nah, dukungan yang baik itu mungkin bisa kamu aplikasikan dengan sumbangan pulsa buat temen atau sahabatmu untuk berkomunikasi dengan dia yang jauh disana, hihihi ;p
Intinya, para pejuang LDR lebih dari sekedar patut diacungi jempol jerapah. Orang mungkin nggak tahu segimana nyeseknya pas lagi kangeeeen super berat dan cuma bisa say hello lewat kamera. Nggak semua makhluk juga ngerti betapa ngenesnya kamu saat kamu ngarep doi ada  di banyak momen hidupmu tapi kamu cuma bisa denger suaranya doang. Belum lagi kalo pas ada salah paham, trus sinyal jeleknya nggak mendukung penjelasan yang mau dikasih, parahnya lagi beda negara atau benua atau planet yang otomatis nggak bisa ketemuan gitu aja, dan akhirnya salah pahamnya nginep sampe berhari-hari. Tapi buat mereka yang punya kepercayaan lebih atas hubungannya, pasti mau bertahan. Dan yang pasti, jangan pernah remehkan kesetiaan dan kesabaran pejuang LDR karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang beriman yang tetap percaya sekalipun tidak melihat :D
Sementara yang LDR, jangan pernah mikir buat main api dengan alasan, “Aku kan juga nggak tahu dia ngapain di sana. Nggak ngejamin juga di sana dia alim.” atau “Toh dia juga nggak tahu. Lagian mau gimana lagi?”
Tetotttt besar buat dua kalimat itu. Karena kalo kamu bersedia LDR itu artinya kamu harus juga siap dan realistis ngadepin segala resikonya. Jangan jadikan jarak sebagai alasan buat berbuat curang. Ingatlah bahwa apa yang kamu tabur pada akhirnya adalah apa yang (ingin) kamu tuai. Toh kalo kamu nggak yakin dia setia, percaya aja karma itu ada. Yang penting giving your best on your side! :*
Karena kepercayaan itu pillar penting buat suatu hubungan. Kalo kata orang sih kepercayaan itu ibarat sinyal buat HP. Apa yang orang lakukan kalo HPnya nggak ada sinyal? Playing games is the one of the most make sense alternatives. Dan suatu hubungan itu nggak seharusnya dimainin, terlalu mahal kalo kamu mau ngegame dalam sebuah hubungan J (Kalo paragraf terakhir ini keknya bukan pesen buat yang lagi LDR aja sih, tapi buat semuanya)

Cheers, LDR’ Warriors! Good luck and God bless :D

Ini khusus dibuat buat para pejuang LDR ya. Keep on fire and faith! :))